Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pamor dolar Amerika Serikat (AS) sebagai aset safe haven tengah meredup. Belakangan, kinerja indeks dolar AS tersebut tercatat terus berada dalam tekanan.
Teranyar, pada perdagangan hari ini, indeks dolar AS (DXY) ada berada di level 92,64, turun 0,09% dibanding penutupan perdagangan sebelumnya.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengungkapkan, pamor dolar AS sebagai aset lindung nilai sebenarnya masih unggul terhadap mata uang safe haven lainnya, seperti yen Jepang. Namun, ketika dolar AS disandingkan dengan mata uang lainnya cenderung flat.
Karena itu, Alwi menilai, tren dolar AS masih akan bearish.
Baca Juga: Saham-saham ini bisa dicermati seiring penguatan nilai tukar rupiah
“Sebagai safe haven, pamor dolar AS akan meredup ketika risk-on di pasar sedang meningkat seperti yang terjadi belakangan ini. Mulai dari euphoria kemenangan Joe Biden, hingga teranyar kabar positif mengenai perkembangan vaksin virus corona. Praktis, aset berisiko saat ini jadi incaran dan dolar AS pun kehilangan daya tariknya,” jelas dia kepada Kontan.co.id, Selasa (10/11).
Alwi menambahkan, tren negatif dolar AS hanya bukan semata karena safe haven yang ditinggalkan. Namun juga terbebani oleh kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang masih dovish. Hal ini tidak terlepas dari kondisi pemerintah AS yang terpecah lantaran Senat yang diprediksi masih dikuasai oleh Partai Republik pada masa jabatan presiden terpilih Joe Biden.
Hal tersebut berpeluang menyulitkan Biden untuk meloloskan RUU stimulus untuk pandemi Covid-19 yang lebih besar. Dengan stimulus yang kurang dari ekspektasi pasar, Alwi menilai maka beban tersebut pada akhirnya ada di pundak The Fed.
Dus, The Fed kemungkinan akan lebih agresif dalam menjalankan kebijakannya, termasuk meningkatkan jumlah pembelian aset, yang pada akhirnya akan memukul dollar.
“Oleh sebab itu secara jangka pendek masih akan terus melemah. Jika melihat di grafik monthly, indeks dolar AS memiliki support kuat di kisaran 88,15, mungkin level tersebut yang akan dituju,” tambah Alwi.
Baca Juga: Rupiah ditutup menguat 0,05% ke Rp 14.058 per dolar AS pada hari ini (10/11)
Walau secara jangka pendek, the greenback belum akan mendapat katalis positif, Alwi justru menyatakan dolar AS masih tetap menjadi instrumen valas yang menarik. Faktor utamanya adalah dolar AS yang digunakan sebagai cadangan devisa di bank sentral dunia.
“Sehingga ke depan, setelah vaksin digunakan, kemudian ekonomi mulai tumbuh, maka dolar AS kembali akan dilirik. The Fed kemungkinan akan melakukan tapering dan perlahan akan menaikkan suku bunga, di sana dolar AS mulai bangkit,” pungkas Alwi
Selanjutnya: Ini langkah yang disiapkan tim Biden-Harris bila Trump terus tunda transisi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News