Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ingin mandiri secara finansial sejak muda. Itulah alasan Alvin Gunawan, Flow & Data Analytics sekaligus pemilik Jarvis Asset Management, melakukan investasi.
Alvin sudah kenal investasi sejak kuliah. Kala itu, alumni Universitas Pelita Harapan angkatan 2006 ini ingin memiliki penghasilan sendiri. "Karena saya juga berasal dari keluarga sederhana," kisah dia kepada KONTAN.
Suatu ketika, Alvin berselancar di internet mencari informasi bagaimana cara memiliki penghasilan sendiri sembari kuliah. Dari sini, Alvin menemukan instrumen saham yang paling menarik minatnya.
Pada saat yang bersamaan, di kuliahnya, Alvin mengambil jurusan yang berkaitan dengan pasar modal. Sejak saat itu, dia mencoba peruntungannya di bursa saham. "Dulu, modalnya masih kecil," kenang pria 31 tahun tersebut.
Semula, Alvin merasa senang. Sebab, ia selalu sukses meraih cuan. "Periode 2006-2007 masih mudah, beli saham apa saja masih untung," imbuh dia.
Namun, semua berbalik di medio 2008. Krisis global kala itu turut menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Cuan yang ia dapat terhenti. "Portofolio saya anjlok 80%," kenang Alvin.
Sejatinya, dia sempat putus asa, meski hal ini tak sampai membuatnya ingin pergi jauh dari saham. Saat periode 2009, Alvin membeli saham PT Charoen Pokphan Indonesia Tbk (CPIN, anggota indeks Kompas100 ini).
Masih di tahun yang sama, Alvin magang di salah satu lembaga pasar modal. Dari sini, dia mulai banyak belajar dunia investasi, khususnya saham. Bukan hanya makin mengerti, saham CPIN miliknya saat itu juga lompat tujuh kali lipat.
"Tahun 2009 hampir semua saham valuasinya murah. Saya juga sebenarnya merasa beruntung, membeli saham CPIN karena waktu itu hanya berdasarkan screening PER yang paling murah. Kerugian saya malah tertutup semua dari keuntungan. Sejak itu, semangat lagi," tutur Alvin.
Bukan hanya semangat. Kemampuan Alvin memainkan saham juga meningkat. Sekarang, investasinya bisa memberikan return rata-rata 20% setiap tahun.
Menemukan fleksibilitas
Alvin sejatinya bisa saja berbisnis di sektor riil. Terlebih, ayahnya memiliki bisnis. "Ada bisnis yang dijalankan keluarga, tapi tidak besar," kata dia.
Namun, sejak awal hasrat Alvin memang di pasar modal. Dia juga menyadari, mengembangkan bisnis riil bukan perkara mudah. Ketatnya persaingan menjadi isu utama. Belum lagi masalah siklus bisnis yang terus berputar. Hari ini bisa saja bisnis bagus, namun besok berbalik arah.
Selain itu, menutup bisnis juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Harus mengurangi karyawan dahulu hingga proses administrasi lainnya. "Kalau saham, sangat fleksibel. Misal, sektor ini sedang jelek, ya sudah, kita bisa langsung jual sahamnya tanpa harus melalui proses ini itu," jelas Alvin.
Menurut dia, keunggulan tersebut yang tidak bisa ditawarkan oleh instrumen investasi lainnya. Hal ini juga yang mendasari Alvin masih ingin tetap fokus berinvestasi di saham. "Selain itu, mumpung masih muda, jadi enggak apa-apa kalau agresif," kata Alvin.
Karena memang, investor dengan profil agresif kebanyakan lebih memilih investasi dengan basis saham. Instrumen ini bisa memberikan return lebih tinggi, namun memiliki risiko yang relatif lebih besar ketimbang instrumen lainnya seperti emas, properti, atau bahkan deposito.
Kalau pun merugi, lanjut Alvin, karena masih muda, masih memiliki lebih banyak waktu untuk memperbaiki. "Mungkin nanti setelah saya berkeluarga, anak mulai sekolah, baru saya mengurangi agresivitas, mempertimbangkan investasi lain" tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News