Reporter: Anna Suci Perwitasari, Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak mentah kembali menguat setelah OPEC memutuskan untuk meningkatkan diskusi tentang rencana memperpanjang rekor penurunan produksi hingga hari Sabtu (6/6) setelah anggota yang sebelumnya belum memenuhi target pemangkasan sepakat.
Jumat (5/6) pukul 18.30 WIB, harga minyak berjangka Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 di ICE Futures naik US$ 1,26, setara 3,15% menjadi US$ 41,25 per barel.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman JUli 2020 di Nymex naik 91 sen, atau 2,43%, menjadi US$ 38,32 per barel.
Baca Juga: Harga minyak kembali terkoreksi, investor menanti keputusan pemangkasan pasokan OPEC
Brent telah naik 17% sejak pekan lalu untuk mencapai level tertinggi tiga bulan. Nilai kontrak tersebut naik lebih dari dua kali lipat sejak jatuh ke level $ 15,98 per barel pada 22 April.
Harga minyak WTI juga naik hampir 14% dari penutupan pekan lalu, meninggalkan tolok ukur di jalur untuk kenaikan minggu keenam. Ini terjadi setelah adanya penurunan produksi minyak AS dan tanda-tanda peningkatan permintaan bahan bakar karena sejumlah negara bagian Amerika Serikat (AS) sudah melonggarkan penguncian.
Kementerian Energi Rusia mengatakan dalam konferensi video, bahwa pertemuan OPEC+, akan diadakan pada Sabtu (6/6).
OPEC+ yang terdiri dari anggota OPEC dan sekutu-sekutunya telah mempercepat pertemuan, yang sebelumnya dijadwalkan minggu depan. Ini terjadi setelah Irak dan beberapa negara lainnya setuju meningkatkan kepatuhan mereka pada pengurangan pasokan yang ada.
"Harga sudah naik karena pertemuan dijadwalkan untuk besok. Ada banyak kebingungan ... jadi sepertinya mereka menemukan jalan yang lebih tepat," kata Olivier Jakob di Petromatrix Consultancy.
Sebelumnya, Arab Saudi dan Rusia, dua produsen minyak terbesar dunia, ingin memperpanjang pengurangan produksi 9,7 juta barel per hari (bph) untuk bulan Juli mendatang.
Jika OPEC+ gagal menyetujui pembatasan produksi saat ini, itu berarti akan ada penurunan pada pemangkasan produksi dari 9,7 juta bph menjadi 7,7 juta bph untuk bulan Juli hingga Desember. Sebenarnya besaran ini sudah disepakati dalam pertemuan sebelumnya.
"Ketakutan yang berkembang adalah bahwa tidak hanya kesepakatan untuk memperpanjang pemotongan tidak tercapai, tetapi (beberapa) produsen bahkan dapat melonggarkan kepatuhan mereka saat ini. Ini pada akhirnya akan melihat peningkatan output dalam beberapa minggu mendatang," kata ANZ Research dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Pemangkasan lanjutan diragukan, harga minyak WTI terkoreksi ke US$ 36,59 per barel
Sementara itu, analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan, saat ini fundamental minyak telah berbalik dan menjadi jauh lebih baik. Terlebih setelah pulihnya permintaan minyak akibat pelonggaran lockdown di beberapa negara.
“Hanya saja rebound minyak WTI saat ini masih labil dan rentan untuk terkoreksi. Pasalnya ketidakpastian ekonomi akibat persebaran virus corona masih tinggi, ditambah lagi ada bayang-bayang ancaman perang dagang antara AS dengan China yang kembali memanas,” terang dia ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (5/6).
Oleh sebab itu, untuk sepanjang sisa tahun ini, Wahyu memperkirakan harga minyak WTI mungkin berada di kisaran US$ 40 - US$ 50 per barel. Namun ia menyebut level US$ 50 per barel cukup rentan rejection.
“Jadi wajarnya harga minyak WTI konsolidasi di kisaran US$ 30 - US$ 40 per barel,” pungkas Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News