Reporter: Namira Daufina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harga minyak mentah masih terus menguat. Per pukul 15.02 WIB kemarin, harga minyak WTI kontrak pengiriman Mei 2017 di New York Mercantile Exchange naik 0,56% menjadi US$ 53,70 per barel. Bahkan dalam sepekan terakhir, harga sudah melambung 4,98%.Penguatan berpotensi berlanjut hingga akhir pekan ini.
Research and Analyst Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan, ada beberapa faktor fundamental yang menopang keperkasaan harga minyak. Pertama, rencana Arab Saudi melobi anggota OPEC dan negara produsen minyak lain untuk mendukung program pemangkasan produksi hingga akhir 2017. Hal ini disambut positif oleh Kuwait dan menunggu kabar dari Iran, Irak dan Rusia.
Hal ini membuat pelaku pasar optimistis harga akan naik. Kepastian mengenai perpanjangan pemangkasan produksi bakal diputuskan dalam rapat OPEC pada 25 Mei 2017 di Wina, Austria. "Tapi selama belum ada keputusan konkrit, harga minyak belum akan bergerak menembus US$ 55 per barel," tutur Deddy.
Kedua, American Petroleum Institute melaporkan pasokan minyak mentah mingguan AS turun 1,3 juta barel pekan lalu. Pasar berspekulasi Energy Information Administration (EIA) juga akan melaporkan penurunan stok minyak AS sekitar 700.000 barel.
Ini akan menjadikan stok minyak mingguan AS berada di kisaran 534.000 barel dari sebelumnya 1,5 juta barel. Tambah lagi, di saat yang sama, Arab Saudi mengumumkan produksi minyak di Maret 2017 berada di bawah level 10 juta barel per hari.
Putu Agus Pransuamitra, Research & Analyst Monex Investindo Futures, menambahkan, serangan AS ke Suriah akan berimbas negatif. Hal ini dapat mengganggu produksi dan distribusi minyak di wilayah Timur Tengah.
Langkah AS yang mengirimkan pasukan tempur ke Semenanjung Korea pasca ujicoba rudal balistik ikut meningkatkan ketegangan di wilayah Asia. "Ada gejolak geopolitik yang turut menyuntikkan tenaga tambahan bagi harga minyak mentah WTI saat ini," imbuh Putu.
Keperkasaan minyak pekan ini juga bertambah setelah laporan Oil Ministry's Petroleum Planning & Analysis Cell India menyebut, sepanjang tahun fiskal Maret 2016Maret 2017, konsumsi minyak India naik 5,2% menjadi 194,21 juta ton. Selain itu, pada periode fiskal 2017-2018, permintaan minyak India diprediksi mengalami kenaikan sekitar 6% menjadi 205,4 juta ton.
Produksi minyak AS
Meski demikian rally panjang harga minyak masih sulit terjadi. Goldman Sachs Inc memperkirakan produksi minyak AS sepanjang tahun 2017 berpotensi naik menjadi 9 juta barel per hari. "Maka harga hanya akan bergerak dalam kisaran US$ 50-US$ 55 per barel sepanjang tahun 2017," analisa Deddy.
Dari sisi teknikal harian, Deddy menjabarkan harga minyak saat ini bergerak di atas moving average (MA) 50, 100 dan 200, mendukung kenaikan. Garis moving average convergence divergence (MACD) di area positif dengan histogram di atas garis 0.
Ini sejalan dengan relative strength index (RSI) level 68 yang masih memberi sinyal harga naik. Hanya saja stochastic level 98 sudah masuk area overbought dan bisa memicu koreksi jangka pendek.
Oleh karena itu, Deddy memprediksi Kamis (13/4), harga minyak WTI bisa naik dan bergerak di kisaran US$ 52,51-US$ 54,07 per barel. Sementara Putu memperkirakan harga akan bergerak antara US$ 52-US$ 54,6 per barel dalam sepekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News