kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Obligasi negara menggiurkan, pemerintah diharapkan menambah diversifikasi instrumen


Kamis, 07 Februari 2019 / 16:54 WIB
Obligasi negara menggiurkan, pemerintah diharapkan menambah diversifikasi instrumen


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi menggiurkan tampak dari obligasi negara. Pertumbuhan ekonomi yang positif tahun lalu, ditambah sentimen negatif di global jadi pemicu investor melirik investasi obligasi negara.

Mengutip Indonesia Bond Pricing Agency, INDOBeX Government Total Return mencapai 2,40% (year to date) di level 242,17. Disisi lain INDOBeX Corporate Total Return malah turun menjadi 2,10% ke level 268,38.

Fikri C. Permana, Ekonom Pefindo melihat obligasi negara memang tercatat memiliki imbal hasil turun dan harga yang naik sejak akhir Januari lalu. Hal ini disokong pertumbuhan ekonomi positif tahun lalu.

Sekedar informasi saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 di angka 5,17% secara tahunan, lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya pada 5,07%.

“Sentimen ini menjalar ke investasi obligasi Negara. Karena pelaku pasar melihat bahwa kondisi perekonomian di Indonesia bertumbuh baik. Ditambah kondisi rupiah yang menguat di level Rp 13.900-an. Faktor rupiah menentukan obligasi negara, karena kondisi dollar memburuk pasca dovish-nya The Fed,” ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (7/2).

Dibanding obligasi korporasi, Fikri bilang, obligasi negara patut diperhitungkan karena imbal hasil yang turun turut menggerek harga naik. Disamping itu profil resiko dua obligasi ini juga berbeda. Meskipun obligasi korporasi lebih sedikit resikonya, namun dengan kondisi perekonomian di Indonesia maka investor bisa melirik obligasi negara. “Hanya saja itu kembali pada pilihan investor,” sebut Fikri.

Kendati demikian, Fikri menilai bahwa kinerja obligasi negara berpotensi naik dengan imbal hasil turun. Ia mencatat dengan inflasi Indonesia yang diperkiraan di angka 3%, dan yield rata-rata 7% sampai 8%, maka obligasi negara Indonesia lebih menarik dibanding negara maju lain. “Diperkirakan kinerja obligasi negara mencapai 7,5% sampai 8,2% tahun ini,” pungkasnya.

Ia berharap, dengan potensi menguntungkan dari obligasi negara, Pemerintah bisa mengembangkan diversifikasi instrumen investasi. Seperti dua sampai tiga tahun lalu dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), ORI, Sukuk Tabungan, Global Bond, dan lainnya.

“Pemerintah bisa mengatur utang dengan berbagai hal. Tidak perlu menerbitkan surat utang terus. Dan harusnya ada perluasan pasar modal di Indonesia. Jadi saat uang asing masuk ke Indonesia, investor tidak berpindah ke pasar saham,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×