Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Korporasi yang melirik penerbitan obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) atau obligasi global semakin banyak. Yang terbaru, PT Indika Energy Tbk (INDY), melalui anak usahanya Indo Energy Finance II B.V., akan menerbitkan global bond senilai US$ 500 juta. Obligasi bertenor 10 tahun ini ditawarkan dengan kupon 6,375% per tahun.
Obligasi global ini mendapatkan peringkat B+ dari Fitch Ratings dan B1 dari Moody's Investors Service. Indika berencana menggunakan hasil penerbitan obligasi itu untuk membayar utang perbankan senilai US$ 235 juta. Kemudian, sisanya akan INDY gunakan untuk melunasi obligasi yang akan jatuh tempo pada 2016, serta membayar kupon obligasi Indo Integrated Energy, dengan total sekitar US$ 230 juta.
"Adapun sisanya akan digunakan untuk pembayaran utang lainnya, modal kerja, dan keperluan lain," kata Retina Rosabai, SVP Corporate Finance & Investor Relations INDY, akhir pekan lalu.
Retina mengatakan, penawaran obligasi tersebut mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed sebanyak 15 kali. Adapun, jumlah permintaan yang masuk mencapai US$7,6 miliar dari 278 rekening.
Sebagian besar investor yang masuk merupakan investor institusi dan swasta di Asia, Eropa dan AS. "Minat investor sangat bagus dipengaruhi oleh peringkat obligasi yang di level B," tutur dia.
Untuk penerbitan obligasi ini, INDY menunjuk Citi, Standard Chartered, dan UBS sebagai joint book-runners dan joint lead managers.
Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih mengatakan, obligasi tersebut menarik bagi investor karena menawarkan kupon yang relatif tinggi.
Sebagai perbandingan, Jumat (25/1), yield obligasi global pemerintah bertenor 10 tahun sebesar 5,12%. "Dengan kupon sebesar itu, investor akan banyak menggenggam surat utang Indika hingga jatuh tempo," kata Lana.
Kurang likuid
Selain Indika, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Eximbank, juga berencana menerbitkan global bond senilai US$ 500 juta pada tahun ini. Basuki Setyadji, Direktur Keuangan Eximbank mengatakan, obligasi tersebut akan terbit dengan tenor lima tahun.
"Rencananya penerbitan surat utang ini akan menggunakan laporan keuangan Desember 2012. Saat ini sedang menunggu proses audit selesai," ujar Basuki.
Selain itu, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) juga akan menerbitkan obligasi global US$ 500 juta. Obligasi global GJTL itu akan bertenor lima tahun dengan tingkat bunga tetap sebesar 10% per tahun.
Sebagian besar surat utang itu akan GJTL gunakan untuk mempercepat pembayaran sebagian utang yang akan jatuh tempo pada 2014 senilai US$ 412,49 juta. Sisanya, untuk memenuhi kebutuhan belanja modal.
Surat utang GJTL ini memasuki masa bookbuilding antara 24 Januari 2013 hingga 29 Januari 2013 dan bakal terbit pada 4 Februari 2013.
Lana bilang, umumnya investor menggenggam obligasi global korporasi hingga jatuh tempo. Konsekuensinya, itu bakal kurang menguntungkan bagi pergerakan harga di pasar sekunder.
Sebab, obligasi menjadi kurang likuid sehingga kenaikan harga akan terbatas. "Global bond korporasi memang kurang likuid dibandingkan global bond pemerintah, karena risiko obligasi global korporasi lebih tinggi," tutur Lana.
Head of Debt Capital Market BCA Securities, Herdi Ranu Wibowo, juga memperkirakan, pergerakan harga global bond akan terbatas di pasar sekunder. Tipikal investor global bond korporasi selama ini lebih suka memegang hingga jatuh tempo.
Toh, pasar global bond di 2013 tetap akan menarik. Investor masih akan memburu global bond seiring likuiditas di pasar yang berlimpah akibat kebijakan stimulus sejumlah bank sentral di dunia.
Menurut Herdi, kebijakan bank sentral AS The Fed mempertahankan suku bunga rendah dikisaran 0%-0,25% akan berdampak positif bagi penetapan kupon global bond.
"Kebijakan bunga rendah masih akan berlangsung hingga 2015. Dengan demikian, masih ada peluang penerbitan global bond dengan kupon rendah sehingga cost of fund perusahaan tidak akan terlalu tinggi," kata Herdi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News