Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - ISTANBUL. Turki tengah diambang krisis keuangan. Selasa lalu (7/8), nilai tukar lira mendekati rekor terendahnya terhadap dollar AS karena kekhawatiran investor tentang hubungan yang memanas dengan Amerika Serikat (AS), dan juga pengaruh Presiden Turki Tayyip Erdogan atas Bank Sentral Turki.
Mengutip Reuters, pada awal pekan ini bahkan lira sempat merosot 5,5% menjadi 5,4250 per dollar AS, terendah sepanjang masa dan penurunan intraday terbesar dalam hampir satu dekade, setelah AS menyatakan akan mengkaji akses ke pasar AS untuk ekspor Turki.
Sepanjang tahun ini, lira telah longsor hingga 28% terhadap dollar AS dan merosot 26% terhadap euro. Jatuhnya kurs lira mencerminkan ketidaknyamanan yang berkembang tentang arah kebijakan moneter di bawah Erdogan.
Pelemahan lira telah mendorong inflasi hampir 16% dan memicu ekspekrasi bahwa Bank Sentral Turki akan menaikkan suku bunga untuk menopang lira. "Penurunan dalam mata uang selama beberapa minggu terakhir sekarang pada skala yang, di masa lalu, harusnya mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga secara agresif," kata William Jackson, analis Capital Economics dalam sebuah catatan kepada klien seperti dilansir Reuters.
Nyatanya, Bank Sentral Turki belum banyak merespons kejatuhan lira. Bank sentral hanya mengubah aturan cadangan untuk meningkatkan likuiditas valuta asing bank. Namun tidak cukup untuk menopang lira.
Lantas kemana Bank Sentral Turki? "Jatuhnya lira diperkuat oleh kekhawatiran bahwa bank sentral tidak akan bertindak untuk menopang mata uang," tandas Jackson.
"Diamnya" Bank Sentral Turki ini menimbulkan tanda tanya. Sebagai otoritas moneter, bank sentral yang bertanggung jawab mengendalikan lira agar tak makin liar.
Namun agaknya pengaruh Erdogan sangat kuat dalam mempengaruhi kebijakan bank sentral. Sebab, pada Mei 2018 lalu, Bank Sentral Turki menaikkan suku bunga untuk mendukung lira dalam langkah darurat. Itu sebelum Erdogan terpilih kembali menjadi Presiden Turki dengan kekuasaan lebih besar.
Erdogan memang terang-terangan menginginkan biaya pinjaman yang lebih rendah untuk menggenjot pertumbuhan kredit dan ekspansi ekonomi.
Ketidakpedulian bank sentral atas pelemahan lira ini mengherankan. Ini meningkatkan kekhawatiran bahwa Bank Sentral Turki sulit bertindak secara independen dari Presiden Erdogan. Apalagi pada bulan lalu, Erdogan yang menunjuk menantunya, Berat Albayrak sebagai Menteri Keuangan Turki.
"Dalam lingkungan di mana pasar mengharapkan kenaikan suku bunga, bank sentral hanya mengubah persyaratan cadangan," kata ekonom Mahfi Egilmez seperti dikutip Reuters. Menurutnya, lira merosot karena pasar mendapat kesan bahwa bank sentral memiliki masalah dalam menaikkan suku bunga.
Kurs lira yang terjun mempertajam kekhawatiran investor tentang prospek perusahaan asal Turki. Korporasi Turki harus berjuang untuk membayar sekitar US$ 223 miliar utang dalam dollar AS dan euro.
Lembaga pemeringkat kredit Moody's telah memperkirakan kredit bermasalah di Turki akan meningkat hingga di atas 4% dalam 12 bulan-18 bulan ke depan, dari 2,9% pada Mei 2018.
Sementara Goldman Sachs mengingatkan penurunan lebih lanjut mata uang lira bisa mengancam permodalan perbankan Turki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News