Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Berbagai katalis positif berpeluang menyokong performa nikel hingga level US$ 10.150 per metrik ton pada paruh pertama tahun 2016.
Mengutip Bloomberg, Rabu (20/4) pukul 13.06 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) merosot 1,9% dibandingkan hari sebelumnya ke level US$ 9.093,87 per metrik ton. Namun, dalam sepekan, harga nikel telah menanjak 1,21%.
Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka menerawang, harga nikel berpotensi menanjak hingga US$ 10.150 per metrik ton pada semester I 2016. Faktor pendorongnya, pemerintah Indonesia bakal melakukan moratorium kepada berbagai perusahaan tambang. "Kemungkinan mereka tidak akan melakukan eksplorasi kembali. Bisa menekan stok nikel," jelasnya.
Permintaan nikel diterawang bakal bersumber dari India sebagai salah satu negara yang tidak mengalami krisis perekonomian pada tahun 2015.
Apalagi perekonomian China mulai stabil. Per kuartal I 2016, Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Tembok Besar mencapai 6,7% (yoy), sesuai dengan target pemerintah yang dipatok 6,5% - 7% sepanjang tahun ini.
Maklum, China merupakan pengguna sekaligus produsen komoditas terbesar di dunia. Angin segar yang melanda negeri tersebut berpotensi menyokong harga komoditas, termasuk nikel.
"Baik China, Jepang dan Eropa juga akan menggelontorkan stimulus. Kemungkinan indeks dollar AS akan kembali melemah," tuturnya.
Tertekannya kinerja dollar AS akan mengerek permintaan nikel. Sebab, logam industri tersebut diperdagangkan dalam mata uang yang sedang murah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News