Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Rencana PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) menjual aset berada di ujung tanduk. Kemarin, raksasa bisnis milik Keluarga Bakrie ini gagal mendapatkan restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Padahal, ia berencana menggunakan duit hasil penjualan itu guna membayar utang senilai US$ 1,15 miliar dan Rp 501,7 miliar.
Pemegang saham hanya menyetujui satu dari tiga agenda. "Karena tidak tercapai kuorum, hanya agenda ketiga yang dibahas," kata Direktur BNBR Dileep Srivastava seusai rapat, kemarin.
Sedianya, RUPSLB akan meminta restu tiga agenda. Pertama, rencana penjualan saham anak usaha. Kedua, penjaminan aset guna mendapatkan pinjaman baru di masa datang. Ketiga, perubahan penggunaan dana hasil penerbitan saham baru atau rights issue.
Menurut Dileep, pemegang saham yang hadir pada rapat kemarin sebanyak 66% dari total pemegang saham. Padahal, minimal peserta yang hadir harus 75% dari total pemegang saham BNBR guna mendapatkan restu rasionalisasi aset dan penjaminan harta kekayaan. "Agenda ini ditunda pada RUPSLB selanjutnya," imbuh dia, tanpa merinci waktu pelaksanaan RUPSLB lagi.
Sesungguhnya BNBR sangat berkepentingan mendapat restu terhadap dua rencana itu agar bisa mendapatkan duit untuk membayar utang. Cuma, RUPSLB yang tidak kuorum ini bisa menjadi pertanda para pemegang saham publik tidak setuju dengan rencana penjualan aset-aset milik BNBR. "Banyak investor publik yang kecewa dengan tindakan manajemen Grup Bakrie," kata Suherman Santikno, Kepala Riset Batavia Prosperindo Asset Manajemen.
Maklum, selama ini manajemen BNBR terkesan hanya lebih peduli terhadap kinerja sahamnya ketimbang memoles kinerja operasional perusahaan. "Padahal kalau fundamentalnya bagus, investor juga tertarik," ujar Suherman.
Sesungguhnya sinyal penolakan investor publik sudah terlihat sejak awal bulan ini. Sejak otoritas bursa mencabut pembekuan atau suspend saham BNBR pada 18 November 2008, harga sahamnya terus merosot hingga mentok Rp 50 per saham, dan tak juga tak beranjak naik. Bahkan, kemarin, investor masih antre untuk melego 1,27 miliar saham BNBR. Di pasar negosiasi, harga saham ini paling murah Rp 36 per saham.
Sekadar menyegarkan ingatan, semula, BNBR berencana menjual kepemilikan sahamnya di lima anak usaha agar bisa dapat duit untuk bayar utang. Pada Oktober 2008, BNBR sepakat menjual 15,3% saham PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) ke Avenue Luxembourg senilai US$ 46 juta, dan 5,6% saham PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) senilai US$ 10 juta.
Deal rampung sebelum Natal
BNBR juga dalam proses negosiasi menjual 20% saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) ke Brentwood Ventures dan 35% saham PT Bumi resources Tbk (BUMI) kepada Northstar Pacific. Sedangkan penjualan saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) masih dalam proses penawaran.
Belakangan, penjualan saham BUMI batal. Sebagai gantinya, Northstar akan mengambil alih utang BNBR US$ 575 juta dari tangan Oddickson Finance.
Selanjutnya, Northstar dan BNBR akan membentuk perusahaan patungan yang mengelola saham anak-anak usaha BNBR yang jadi jaminan utang itu. "Proses ini diharapkan selesai paling lambat 24 Desember 2008," tambah Dileep.
Semula, BNBR menjamin utang itu dengan 3,74 miliar saham BUMI, 4,76 miliar saham ENRG, dan 3,8 miliar saham ELTY. Kini, BNBR menambah jaminannya jadi 4,11 miliar saham BUMI, 5,76 miliar saham ENRG, 3,8 miliar saham ELTY, 222,3 juta saham UNSP, dan 1,5 miliar saham BTEL. "Itu bagian dari penambahan jaminan," kata Dileep.
Di sisi lain, Ancora Group akan mengambil utang BNBR kepada J.P. Morgan sebesar US$ 72 juta dengan jaminan saham BUMI. Tapi, BNBR bisa membeli kembali saham BUMI setahun lagi terhitung sejak tanggal 27 November 2008.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News