kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nasib investor BUMI kian tak pasti


Sabtu, 16 April 2016 / 11:12 WIB
Nasib investor BUMI kian tak pasti


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Para investor PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kini harus memelototi ruang Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Di pengadilan itu, BUMI menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Cas-tleford Investments Holdings Ltd.

Babak baru restrukturisasi lewat pengadilan ini tentu menjadi tambahan ketidakpastian bagi pemegang saham publik perusahaan batubara milik Grup Bakrie itu.

Hingga kemarin, saham BUMI yang sempat disebut saham sejuta umat itu masih tak berkutik dari level terendahnya, Rp 50 per saham.

Kuasa hukum BUMI Aji Wijaya mengatakan, ada beberapa jenis kreditur BUMI, baik dari kelompok bank, obligasi dan vendor. Nah, sejak pengajuan proposal restrukturisasi baru, September 2015, BUMI baru menggelar diskusi intensif dengan kreditur bank dan pemegang obligasi (bond holder).

Adapun kreditur di luar bank dan obligasi belum dilibatkan, termasuk Castleford yang mengutangi BUMI sebesar US$ 53,4 juta itu.

"Intinya, Castleford juga ingin ada time frame jelas, termasuk dilibatkan dalam negosiasi. Sejauh ini, meski mengajukan PKPU, mereka tetap mendukung hal-hal yang akan kami propose," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (15/4).

PT Damar Raka Energi bertindak sebagai agen fasilitas yang diserap Castleford. Per 31 Maret 2016, Damar Raka pemegang 6,28% saham BUMI.

Bisa dibilang, yang mengajukan PKPU adalah pemegang saham BUMI sendiri. Pembicaraan dengan bond holder dan kreditur perbankan masih tetap berlangsung. Namun, BUMI belum bisa melakukan banyak hal, lantaran masih terikat proses persidangan.

Ketika dihubungi KONTAN, Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris BUMI, belum mau berkomentar. Dalam surat ke BEI, kemarin, dia bilang, BUMI tengah berbicara dengan Castleford agar penyelesaian berlangsung di luar pengadilan dan permohonan PKPU terhadap BUMI bisa dicabut.

Jika Castleford menolak, BUMI tetap menanti keputusan pengadilan. Gugatan baru terhadap utang BUMI menambah kecemasan pemegang saham. Apalagi jika BUMI gagal berdamai dengan krediturnya dan pailit.

David Sutyanto, analis First Asia Capital menilai, jika BUMI pailit, efek ke pemegang saham makin buruk. Apalagi saat ini BUMI mengalami defisiensi modal.

Liabilitas yang jauh lebih besar tak bisa ditutupi hanya dengan pengalihan aset. "Kalau pailit, asetnya tentu harus dibagi ke kreditur dulu. Jadi, pemegang saham makin dirugikan," ujar dia.

Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, mengatakan, utang BUMI terlalu besar, dengan aset semakin terbatas karena banyak dialihkan. Meski harga batubara mulai membaik, belum kembali ke harga puncak. Sehingga, nasib BUMI jauh dari aman.

Investor saham BUMI hanya bisa menunggu, terutama pemodal ritel banyak tersangkut. "Ini risiko investasi. Saham BUMI hanya bisa di-trading sesaat, tak bisa untuk investasi," ujar Satrio.

Sebagian aset BUMI beralih ke kreditur. Bahkan, BUMI belum bisa memaksimalkan asetnya di Republik Yaman, Gallo Oil Ltd. Sudah 16 tahun sejak transaksi akuisisi 100% kepemilikan langsung di Gallo Oil, ladang migas itu belum juga mencapai skala produksi yang diharapkan.

Berdasarkan laporan keuangan terakhir BUMI, kuartal III 2015, biaya eksplorasi bersih aset Gallo Oil sekitar US$ 379,84 juta. Eksplorasi dilakukan di Block R2 dan Block 13 untuk mencari potensi hidrokarbon di blok tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×