kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.591.000   6.000   0,38%
  • USD/IDR 16.340   25,00   0,15%
  • IDX 7.182   11,08   0,15%
  • KOMPAS100 1.058   -1,55   -0,15%
  • LQ45 834   0,83   0,10%
  • ISSI 213   -0,32   -0,15%
  • IDX30 430   0,42   0,10%
  • IDXHIDIV20 513   2,60   0,51%
  • IDX80 121   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 123   -0,29   -0,24%
  • IDXQ30 141   0,25   0,18%

Momok Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valas


Selasa, 21 Januari 2025 / 19:13 WIB
Momok Perang Dagang Membayangi Prospek Pasar Valas
ILUSTRASI. Tren pelemahan mata uang utama diperkirakan berlanjut karena kekhawatiran akan penerapan tarif tetap membayangi.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang utama turun pasca pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Tren pelemahan mata uang utama diperkirakan berlanjut karena kekhawatiran akan penerapan tarif tetap membayangi.

Research & Development Trijaya Pratama Futures Alwi Assegaf menerangkan bahwa dolar AS kembali naik pasca pelantikan Trump disebabkan kekhawatiran perang dagang tetap ada. Memang dalam pidato Trump tidak banyak disinggung mengenai tarif, tetapi bukan berarti kekhawatiran perang dagang sirna lantaran Trump menyebutkan rencana penerapan tarif 25% untuk Meksiko dan Kanada.

Kedua mata uang tersebut langsung jatuh dengan Peso ambles 1,1% dan Dolar Kanada turun 0,91% dalam periode 24 jam terakhir. Berdasarkan Trading Economics, pairing USDMXN berada di 20,7456 dan USDCAD di 1,44409 pada Selasa (21/1) pukul 18.14 WIB. Adapun, indeks dolar (DXY) kembali meningkat 108,69 atau naik 0,58%.

Trump juga dinilai masih akan meneliti kembali kesepakatan dagangnya dengan China. "Sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya perang dagang," kata Alwi kepada Kontan.co.id, Selasa (21/1).

Baca Juga: Kebijakan Wajib Parkir Devisa Hasil Ekspor SDA 100% Dimulai Maret 2025

Alwi juga menilai melemahnya mata uang utama dan penguatan dolar AS masih berpotensi berlanjut. Apalagi jika Trump juga mengenakan tarif untuk Eropa, mengingat surplus perdagangannya lebih besar, sehingga bisa semakin mengangkat dolar AS.

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong sepakat bahwa dolar AS masih berpotensi menguat tahun ini. Sebab, data-data ekonomi AS seperti PDB dan tenaga kerja, serta inflasi masih jauh lebih kuat dari negara-negara ekonomi utama dunia lainnya. 

Adapun katalis utama dari pasar valas, utamanya pergerakan dolar AS utamnya dari kebijakan Trump. Kebijakan pro-bisnisnya akan menyebabkan kenaikan pada inflasi pada umumnya, tetapi kebijakan pro-energi fosil yang bertujuan meningkatkan produksi akan menekan harga energi sehingga berpotensi sedikit meredakan inflasi utama, walaupun tidak pada inflasi inti yang mengecualikan harga energi.

"Juga yang perlu diantisipasi adalah keinginan Trump menguasai Greenland dan Kanal Panama yang juga bisa memberikan sentimen risk off," terangnya. Oleh sebab itu, Lukman memproyeksikan DXY berkisar di 110-112 pada akhir tahun nanti.

Baca Juga: Rupiah di Jisdor BI Menguat 0,25% ke Rp 16.331 per Dolar AS pada Selasa (21/1)

Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana berpandangan lebih optimistis untuk jangka panjang. Meskipun pada semester I ini diperkirakan DXY masih akan bergerak dikisaran 108 - 110 seiring ketidakpastian yang masih ada di pasar mengenai kepastian kebijakan Trump.

Namun pada semester II diperkirakan lebih landai dengan harapan adaptasi kebijakan sudah mulai dilakukan. Selain itu adanya penyeimbang dari berbagai negara yang menjadi mitra dagang AS ataupun negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang lebih, seperti Uni Eropa, Prancis, Jerman, dan China.

"Jadi mungkin di semester kedua kami harap DXY-nya akan lebih kecil. Saya perkirakan DXY pada akhir tahun nanti bisa mendekati level 105, dengan rentang di 106-107," sebutnya.

Alwi melanjutkan, dengan ketidakpastian saat ini mata uang utama yang masih berpotensi mengungguli dolar AS adalah yen (JPY). Mata uang Jepang itu diproyeksikan bisa menguat didukung ekspektasi sikap Bank of Japan yang lebih hawkish sehingga bisa menahan pelemahan yen.

Baca Juga: Simak Proyeksi Rupiah pada Perdagangan Rabu (22/1) Besok

JPY diperkirakan akan menguat ke 152 pada kuartal I. Sementara di akhir tahun berpotensi lebih rendah lagi karena April ada potensi kenaikan upah di Jepang, yang artinya bisa mengerek inflasi Jepang.

"Sehingga BoJ kemungkinan akan kembali meningkatkan suku bunga dan JPY bisa berada di 149 pada akhir 2025," terangnya.

Sementara untuk mata uang lainnya dinilai masih belum cukup baik. Dia mencontohkan Poundsterling (GBP), yang mana Inggris mencatatkan data tenaga kerja yang baik tetapi data PDB tumbuh di bawah ekspektasi. Lalu Dolar Canada (CAD) dengan peluang penurunan suku bunganya, seiring data inflasi yang melandai.

Selanjutnya: Prabowo Pastikan Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Berlanjut

Menarik Dibaca: Meningkatkan Kebahagiaan Suami dengan Tindakan Kecil, Ini Tips dari Moncer Coffee

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×