Reporter: Aloysius Brama | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) mengupayakan untuk bisa mencatatkan laba pada tahun 2019 ini. Hal tersebut lantaran selama empat tahun beruntun MBSS terus mencatatkan kerugian.
Wakil Direktur Utama MBSS Lucas Djunaidi beralasan ada beberapa hal yang menyebabkan MBSS mencatatkan kinerja negatif. Selain karena masih terus menambah aset kapal pada tahun lalu, MBSS juga ia sebut harus mengevaluasi aset yang ada.
MBSS punya strategi tersendiri untuk bisa menggenapi harapan meraih laba itu, salah satunya adalah dengan mendiversifikasi bisnis. Hingga saat ini pihaknya masih mengkaji dan melihat peluang untuk bisa semakin memantapkan rencana itu.
Hingga saat ini mayoritas pendapatan MBSS masih disumbang oleh pengangkutan batubara. “Bisa dibilang hampir 90% pendapatan kami dari situ (pengangkutan batubara),” ujar Lucas ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (20/6).
Untuk diversifikasi, Lucas mengatakan ada kemungkinan MBSS akan mulai mengangkut komoditas lain seperti misalnya timah dan minyak. Lucas menyebut meski komoditas tersebut sudah berkontribusi bagi perusahaan, tapi jumlahnya masih mini.
Selain diversifikasi, MBSS juga masih akan terus melakukan efisiensi. Hal itu tampak dari rencana Mitrabahtera yang tidak akan menambah kapal baru pada tahun ini. “Kami sudah tambah sembilan hingga 10 set kapal baru tahun lalu. Tahun ini saatnya kami optimalisasi apa yang sudah kami miliki,” ujarnya.
Tercatat, MBSS harus merogoh kocek hingga US$ 27,2 juta untuk membeli kapal baru pada tahun lalu.
Selain tidak akan menambah aset baru, efisiensi beban usaha juga masih akan terus dilakukan. Strategi itu terbukti menyelamatkan keuangan MBSS sehingga bisa mencatat laba pada kuartal I lalu.
Tercatat, biaya langsung MBSS lebih rendah dari kenaikan pendapatan sebesar US$ 16,5 juta. Sedangkan pendapatan MBSS berada di angka US$ 20,9 juta. Efisiensi itu membuat MBSS membukukan laba sebesar US$ 1,5 juta selama kuartal I lalu.
MBSS juga masih mengincar beberapa kontrak dengan perusahaan-perusahaan tambang. Terbaru pada Mei lalu, MBSS menandatangani kontrak dengan PT Cotrans Asia senilai US$ 30 juta. “Masih ada beberapa yang sedang dalam pembicaraan. Tapi kami belum bisa buka karena menghormati proses negosiasi,” ujar Lucas.
Yang jelas Lucas optimis pihaknya bisa meraih pendapatan 15% hingga 20% lebih tinggi dari tahun lalu. Asal tahu saja, pada tahun 2018 lalu MBSS mencatatkan kenaikan pendapatan 10% yakni sebesar US$ 75,38 juta. Pada tahun 2017, pendapatan MBSS tercatat sebesar US$ 68,5 juta.
Lantas bagaimana dengan saham MBSS? Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan menarik untuk menanti kinerja saham yang 5,5%-nya dimiliki oleh investor kenamaan Lo Kheng Hong tersebut. “Kemungkinan akhir tahun bisa tumbuh. Bisa saja mencatatkan laba karena kuartal I lalu juga sudah tercatat positif untuk bottom line,” ujar Sukarno, Kamis (20/6).
Dari segi valuasi, Sukarno menyebut saham MBSS juga masih murah. Hal itu tampak dari beberapa indikator seperti price to earnings ratio (PER), price to book value (PBV) dan EV/EBITDA yang masing-masing sebesar 13x, 0,46x dan 3,06x.
Angka itu disebut Sukarno masih berada di bawah rata-rata industri. Sukarno mencatat rerarta PER industri pelayaran sebesar 31,32x, PBV industri sebesar 3,34x dan EV/EBITDA sebesar 148x. “MBSS masih menarik dikoleksi dengan target price Rp 725,” kata Sukarno.
Jumat (21/6), harga saham MBSS turun 0,78% ke Rp 635 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News