Reporter: M Khairul | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Minyak kembali terjerembab. Nilai kontrak pengiriman minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk Juli adalah US$ 81,57 per barel. Penurunan harga sebesar 1,99%, menggelincirkan WTI ke posisi terendah sejak Oktober 2011.
Jika dihitung dalam sepekan, minyak telah menyusut 10,1%. Itu merupakan penurunan mingguan tertinggi sejak 23 September lalu. Jika diukur dalam setahun, minyak sudah terpangkas 17%.
Minyak jenis Brent di bursa ICE Futures Europe Exchange, London, turun 1,81% menjadi US$ 96,65 per barrel. Itu harga terendah Brent sejak Januari 2011. Dan, untuk pertama kalinya sejak Oktober 2011, harga Brent jatuh di bawah US$ 100 per barel.
Penurunan tajam terjadi setelah data pembayaran gaji di luar sektor pertanian alias non-farm payroll Amerika Serikat (AS), terbit akhir pekan lalu. Non-farm payroll Mei hanya naik 69.000.
Padahal pelaku pasar memprediksi non-farm payroll 150.000. Sementara pelaku pasar yang pesimis sekalipun memprediksi naik 77.000. Angka pengangguran Mei naik 8,2% dari 8,1% bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran AS di atas 8% sejak Februari 2009, terlama sejak 1948.
Persediaan tinggi
Sentimen negatif datang juga dari China. Biro Statistik Nasional dan China Federation of Logistics melaporkan Purchasing Managers\' Index (PMI) China Mei turun menjadi 55,2 dari 56,1 pada April. Ini merupakan level terendah sejak Maret 2011. "Saat kita melihat angka rendah di China dan AS, pondasi harga minyak pun makin terempas," ungkap Michael McCarthy, Chief Market Strategist di CMC Markets Asia Pacific Pty, seperti dikutip Bloomberg, kemarin (4/6).
Suluh Adil Wicaksono, Kepala Analis Askap Future, mengatakan payroll rendah mempengaruhi ekonomi Amerika ke depan. Ini sama dengan data retail sales rendah tapi inflasi tinggi.
Angka non-farm payroll yang rendah, meniupkan imbas negatif ke data Factory Order AS serta persediaan minyak. Minggu lalu, persediaan minyak AS naik menjadi 2,2 juta barrel begitu juga dengan minggu ini. Tapi permintaan tidak bertambah. "Amerika tidak ada permintaan, harga minyak tidak mungkin naik," terang dia.
Suluh bilang minyak secara teknikal bisa jatuh ke US$ 79 pekan ini. Candlestick jauh di bawah Moving Average 100. MACD masih di zona negatif dan kemungkinan untuk naik masih terlalu jauh. Commodity Chanel Index 14 hari berada di -107, yang berarti potensi naik masih tipis.
Sejak menembus level psikologis US$ 90 minggu lalu, minyak memang diprediksi akan turun lebih dalam lagi. "Jika level US$ 79 disentuh, support terakhir di US$ 74. Mungkin bisa tersentuh bulan ini," kata Suluh.
Ariston Tjendra, Kepala Divisi Riset dan Analis Monex Investindo Futures, menilai, tren minyak masih bearish. Proyeksi Ariston, pekan ini, minyak melemah ke US$ 78 per barel. Dalam sepekan, dia memperkirakan, minyak bergerak di US$ 78,-US$ 85,80 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News