kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak cetak rekor tertinggi sejak 2014


Jumat, 20 April 2018 / 06:39 WIB
Minyak cetak rekor tertinggi sejak 2014
ILUSTRASI. Harga minyak


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah masih melaju kencang. Dalam pekan ini, harga minyak terus bergerak mencetak rekor baru. Namun, para analis melihat harga minyak berpeluang terkoreksi dalam waktu dekat.

Kemarin, per pukul 19.20 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Mei 2018 di New York Mercantile Exchange menguat 0,98% ke level US$ 69,14 per barel. Ini merupakan harga tertinggi sejak Desember 2014. Dalam sepekan, harga emas hitam sudah melonjak 3,58%.

Analis Global Kapital Investama Nizar Hilmy mengatakan, harga minyak mendapat suntikan sentimen positif setelah Energy Information Administration (EIA) melaporkan stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) pada pekan yang berakhir 13 April menyusut 1,1 juta barel. Di samping itu, harga minyak juga menguat lantaran driving season di AS.

Driving season adalah istilah untuk menggambarkan masa liburan di AS, di mana banyak orang bepergian dengan mobil. Musim berkendara ini biasanya terjadi terutama di musim panas.

Sentimen tambahan juga masih berasal dari potensi konflik geopolitik, baik di Suriah, Iran, maupun semenanjung Korea. Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menjelaskan, Presiden AS Donald Trump sempat membuat pernyataan bahwa ada potensi pertemuan antara dirinya dan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong Un tidak akan terjadi. "Kalau pertemuan ini batal, ada kekhawatiran ketegangan di Korea kembali muncul," ujar dia.

Peluang koreksi

Namun laju harga minyak ke depan juga masih ditentukan oleh hasil rapat tahunan OPEC pada Juni mendatang. Dalam rapat ini, akan diputuskan apakah anggota OPEC dan Rusia masih bersedia melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi.

Kalau kebijakan berlanjut, tentu akan menjadi katalis positif buat harga minyak. "Sebaliknya, penghentian kesepakatan bisa menekan harga," tambah Nizar.

Di tengah kondisi AS yang masih menggenjot harga, Deddy berpendapat, harga minyak juga bergantung pada tingkat permintaan.

Apalagi, data inflasi sejumlah negara besar, seperti Uni Eropa, Inggris dan Jepang, baru-baru ini belum memenuhi ekspektasi. Lesunya ekonomi akan berdampak pada menurunnya permintaan terhadap komoditas ini. "Secara fundamental, harga minyak belum terlalu kuat. Kami akan lihat kondisi harga setelah Juni nanti, apakah mampu menembus US$ 70 per barel," terang Deddy.

Perlu diingat, masih ada sentimen kenaikan lanjutan suku bunga acuan AS yang membayangi pasar. Naiknya suku bunga akan mengangkat dollar AS dan memberi dampak negatif pada komoditas berdenominasi dollar AS.

Karena itu, Deddy memprediksikan, hingga akhir kuartal-II 2018 harga minyak bergerak dalam rentang US$ 63,80-US$ 69 per barel. Sementara, Nizar memperkirakan harga minyak akan bergerak di kisaran level US$ 62-US$ 72 per barel hingga Juni nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×