kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak Brent menuju US$ 70 per barel akibat ancaman penurunan pasokan


Selasa, 02 April 2019 / 22:49 WIB
Minyak Brent menuju US$ 70 per barel akibat ancaman penurunan pasokan


Reporter: Yudho Winarto, Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia mencapai level tertinggi 2019 pada Selasa (2/4). Di tengah prospek sanksi lanjutan terhadap Iran dan kondisi Venezuela yang bisa berimbas pada penurunan pasokan minyak.

Mengutip Bloomberg, pukul 22.27 WIB, minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange naik 1,27% ke US$ 62,37 per barel.

Sedangkan, minyak Brent kian mendekati level US$ 70 per barel. Harga minyak acuan internasional ini naik ke 0,51% level 69,36 per barel.

Mengutip Reuters, seorang pejabat Amerika Serikat menyebutkan Washington mempertimbangkan untuk memperpanjang pengenaan sanksi terhadap Iran, negara produsen terbesar keempat OPEC itu.

Sementara itu, negara produsen minyak lainnya Venezuela telah menghentikan operasi terminal minyak mentah utamanya karena masalah pasokan listrik .

Kondisi ini dapat memperdalam pemangkasan produksi minyak yang dipimpin OPEC terhitung berlaku Januari lalu. Pasokan minyak OPEC mencapai level terendah empat tahun pada Maret.

“Posisi harga minyak didukung oleh solidnya data ekonomi China yang meredakan kekhawatiran terhadap permintaan. Selain itu, kemungkinan adanya sanksi Amerika Serikat (AS) yang lebih banyak terhadap Iran dan terganggunya suplai Venezuela,” ujar Analis Monex Investindo Futures Faisyal.

Data yang positif dari negara-negara dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia, seperti Amerika Serikat dan China telah menopang kenaikan harga minyak. Data manufaktur ISM AS untuk Maret menunjukkan kenaikan ke 55,3, dengan mudah mengalahkan ekspektasi 54,5.

Angka di atas 50 dalam indeks ISM menunjukkan ekspansi di bidang manufaktur, yang menyumbang sekitar 12% dari ekonomi AS.

Stephen Innes, kepala strategi pasar dan perdagangan di SPI Asset Management mengatakan, angka indeks China telah naik secara signifikan pada tingkat bulanan sejak tahun 2012, yang seharusnya meredakan kekhawatiran di seputaran potensi ancaman permintaan minyak.

Faisyal dalam analisisnya, Selasa (2/4) mengatakan pada sisi suplai menjadi katalis penguatan harga minyak setelah info menyebutkan bahwa AS akan memperpanjang sanksi kepada Iran.

Ia memprediksi pada perdagangan selanjutnya harga minyak akan berada di level support antara US$ 61,40, US$ 60,95, dan US$ 60,60 per barel. Sementara level resistance antara US$ 62,45, US$ 62,90, dan US$ 63,30 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×