Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penerbitan reksadana penyertaan terbatas (RDPT) diperkirakan akan semakin susut seiring penerbitan peraturan otoritas jasa keuangan (POJK) terkait kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas.
Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga mengatakan masih minimnya sumber daya manusia menjadi kendala pertumbuhan RDPT. Seperti diketahui, aturan anyar ini mengharuskan manajer investasi memutar aset dasar RDPT ke sektor riil.
"Tidak semua manajer investasi memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengelola RDPT berbasis sektor riil,"kata Desmon, Selasa (20/1).
Pasalnya, kata dia, sektor riil memiliki risiko tinggi. Produk jenis ini juga lebih rumit dibandingkan reksadana terbuka atau open end.
"Tujuan OJK sebenarnya cukup bagus yaitu memakai dana publik melalui reksadana untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Namun, belum tentu semua manajer investasi tertarik," ujar Desmon.
Dengan aturan baru tersebut, RDPT berbasis efek harus membubarkan diri dalam jangka waktu tiga tahun.
Aturan RDPT portfolio efek ini terbit pada 2008. Berdasarkan ketentuan, penghitungan nilai aktiva bersih (NAB) RDPT portfolio efek tidak harus sesuai nilai pasar.
NAB bisa dihitung berdasarkan harga pembelian efek. Sehingga, nilai dana investasi tidak akan tergerus ketika harga efek yang bersangkutan turun. Alhasil, laporan investasi investor pun tetap kinclong.
Nah, ketika aturan ini diterbitkan, terjadi gejolak hebat di pasar keuangan. Harga saham dan obligasi merosot tajam. Produk investasi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan asuransi dan dana pensiun (dapen) untuk memoles laporan keuangan hasil investasinya.
Menurut informasi yang diterima KONTAN, mayoritas atau sekitar 80% institusi yang memarkirkan dananya di produk RDPT portofolio efek ini adalah perusahaan asuransi dan dana pensiun BUMN.
Otoritas kemudian menstop penerbitan RDPT efek baru sejak 2010 lalu. Sejak saat itu, manajer investasi pengelola RDPT efek juga untuk menerima investor baru dan menerima penambahan investasi atau top up. Produk baru hanya diperbolehkan berbasis sektor riil.
OJK mencatat dana kelolaan RDPT efek hingga akhir Oktober 2014 masih besar mencapai Rp 23,4 triliun. Total ada 19 manajer investasi yang masih mengelola RDPT efek dengan jumlah mencapai 57 produk.
Ironisnya, dana kelolaan RDPT proyek atau sektor riil hanya mencapai Rp 2,89 triliun pada periode yang sama. Jumlah manajer investasi pengelola RDPT proyek juga relatif kecil atau sekitar tujuh perusahaan dengan 22 produk RDPT.
Dengan demikian, hingga akhir Oktober 2014 total dana kelolaan RDPT mencapai Rp 26,29 triliun atau anjlok 10,61% dibandingkan akhir 2013. Total jumlah produk RDPT juga turun 18,6% dibandingkan akhir 2013 menjadi 79 produk di Oktober 2014.
Sedangkan total pengelola RDPT hingga Oktober mencapai 22 manajer investasi. Dari jumlah tersebut, tercatat sebanyak empat manajer investasi mengelola RDPT proyek dan RDPT efek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News