Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemegang saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) masih harus bersabar untuk mendapatkan dividen. Pasalnya laba yang diperoleh harus digunakan untuk membayar utang.
Menilik laporan keuangan Garuda, GIAA membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 1,68 miliar sepanjang 2022. Raihan itu meningkat 62,31% secara tahunan dari US$ 1,04 miliar di 2021.
Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih GIAA mencapai US$ 3,73 miliar. Nilai itu berbalik dari rugi senilai US$ 4,15 miliar pada 2021.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Bidik Dapat Tambahan US$ 30 Juta Selama Periode Lebaran
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio menjelaskan capaian laba bersih itu merupakan non-kas karena adanya pembalikan utang sehingga nanti akan dibukukan sebagai ekuitas.
"Tidak bisa bagi dividen juga karena itu non-cash. Jadi US$ 3,73 miliar itu tidak bisa kami pakai karena itu cuma buku," kata Prasetio kepada Kontan.co.id akhir pekan lalu.
Memang pemulihan kinerja emiten pelat merah itu ditopang dari suntikan dana oleh pemerintah. Pada 2022, GIAA mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 7,5 triliun.
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Telah Menyerap Rp 4,5 Triliun Dana Rights Issue
Adapun dana PMN tersebut termasuk dalam dana hasil rights issue via Penawaran Umum Terbatas (PUT) II pada Desember 2022. Kala itu, GIAA memperoleh meraih Rp 7,77 triliun.
Prasetio menjelaskan untuk belanja modal alias capital expenditure (capex) GIAA akan berasal dana PMN tersebut. Kebanyakan dipakai untuk restorasi pesawat yang diistirahatkan alias grounded.
"Untuk restorasi kami dibantu pemerintah dengan PMN sebesar Rp 7,5 triliun, belanja modalnya berasal dari PMN itu," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News