Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah hampir pasti menggabungkan (merger) dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor farmasi, yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF). Targetnya, merger kedua BUMN farmasi ini akan selesai tahun ini.
Tentu ada beberapa konsekuensi akibat merger KAEF dan INAF. Apalagi, kedua emiten itu bakal bergabung dan menjelma menjadi perusahaan baru. Pemerintah mengklaim sudah menyiapkan berbagai antisipasi sehubungan proses merger KAEF dan INAF.
Misal, pemegang saham publik yang tak setuju dengan merger bisa menjual saham miliknya. "Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di kedua perusahaan farmasi itu siap membelinya," kata Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Usaha Jasa Lainnya Muhayat, kemarin.
Bagi mereka yang tetap mempertahankan kepemilikannya, kelak sahamnya akan dikonversi menjadi saham baru dalam perusahaan hasil merger. "Tapi hitungan harga sahamnya berapa, kami belum menentukan," tambah Muhayat.
Menunjuk Mandiri dan Kresna Graha
Saat ini, publik memiliki sekitar 11,46% saham Indofarma. Selebihnya 80,66% milik pemerintah dan 7,87% milik DBS Vickers (Hong Kong). Di Kimia Farma, publik hanya memiliki 9,97% saham. Pemerintah menguasai 90,02% saham Kimia Farma.
Muhayat menambahkan, untuk proses merger tersebut pemerintah sudah menunjuk PT Mandiri Sekuritas dan PT Kresna Graha Sekurindo sebagai penasehat keuangan. Mandiri Sekuritas akan bertindak mewakili pemerintah, sedangkan Kresna Graha mewakili pemegang saham publik. "Biar adil," tambahnya.
Pilihan pada Kresna Graha, lantaran sekuritas ini dianggap pernah berpengalaman menangani merger PT Kalbe Farma Tbk dan PT Dankos. "Kami memang sengaja mencari penasehat keuangan yang berpengalaman dalam merger perusahaan farmasi," imbuh Direktur Kimia Farma Syamsul Arifin.
Tapi sampai sekarang, Direktur Kresna Graha Sekurindo Andrew Haswin mengaku belum mendapat kabar tentang penunjukkan perusahaannya sebagai penasehat keuangan proses merger KAEF dan INAF. "Tapi memang pada tahun 2006 lalu, kami pernah terlibat dalam rencana merger ini," tuturnya.
Syamsul menambahkan, dalam proses merger ini KAEF dan INAF akan mengikuti aturan yang berlaku. Ia juga yakin, perusahaan baru hasil merger tersebut kelak bakal bisa bersaing dengan perusahaan farmasi lain. "Kami yakin perusahaan hasil merger ini akan mampu menguasai 15% pangsa pasar," ujar Syamsul.
Yang jelas, setelah pemerintah memastikan akan menggabungkan keduanya, harga saham KAEF dan INAF langsung melambung. Sampai-sampai, harga saham kedua emiten plat merah ini harus terkena penghentian perdagangan saham otomatis atau auto rejection.
Kemarin, harga saham KAEF meroket menjadi Rp 136 per saham. Dalam sehari, saham KAEF naik sekitar 34,65% ketimbang sehari sebelumnya yang seharga Rp 101 per saham. Sedangkan saham INAF naik 34,78% dari Rp 69 per saham menjadi
Rp 93 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News