Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mengumumkan penandatanganan perjanjian definitif dengan mitra strategis untuk pembangunan pabrik pengolahan High-Pressure Acid Leach (HPAL).
Pabrik HPAL ini dirancang untuk memiliki kapasitas terpasang sebesar 90.000 ton nikel dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun.
Presiden Direktur Merdeka Battery Materials Teddy Oetomo belum membuka detail perjanjian definitif dengan mitra strategis tersebut.
Meski begitu, Teddy mengungkapkan bahwa Pabrik HPAL ini akan dibangun dan dioperasikan oleh PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) di dalam kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
“HPAL SLNC adalah inisiatif strategis MBMA untuk memaksimalkan nilai sumber daya nikel kami yang berlimpah dan akan meningkatkan kapasitas produksi tahunan MHP perusahaan lebih dari dua kali lipat,” ujar Teddy dalam siaran tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (24/2).
Baca Juga: Begini Target Produksi dan Prospek Kinerja Merdeka Group, MDKA & MBMA, di Tahun 2025
Konstruksi proyek HPAL SLNC ini telah dimulai sejak Januari 2025, dengan target commissioning dalam kurun waktu 18 bulan. Total investasi gabungan untuk pembangunan pabrik HPAL SLNC diperkirakan mencapai sekitar US$ 1,8 miliar.
Investasi MBMA dalam SLNC dilakukan melalui afiliasinya, PT Merdeka Energi Baru (MEB), yang memiliki 50,1% saham di SLNC. Untuk mendukung pembangunan proyek ini, SLNC telah berhasil mendapatkan pendanaan dan menandatangani perjanjian pinjaman dengan sejumlah perbankan.
Perbankan tersebut adalah Bangkok Bank Public Limited Company, PT Bank Permata Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Adapun, proyek ini bersebelahan dengan pabrik HPAL yang dioperasikan oleh PT Huayue Nickel Cobalt (HNC). Perusahaan joint venture yang dipimpin oleh Zhejiang Huayou Cobalt Co., Ltd. (Huayou), yang telah beroperasi penuh sejak April 2022.
Berdasarkan perjanjian manajemen, anak perusahaan Huayou akan menyediakan layanan manajemen konstruksi untuk pembangunan pabrik HPAL SLNC. Sementara MBMA bertanggung jawab atas perolehan izin dan persetujuan dari pemerintah Indonesia.
"Kemitraan SLNC menegaskan komitmen kami untuk meningkatkan kapasitas dalam menyediakan bahan baku baterai berkualitas tinggi, serta mendukung kebijakan hilirisasi pemerintah Indonesia," imbuh Teddy.
Baca Juga: Menilik Target Produksi dan Prospek Kinerja MDKA dan MBMA pada 2025
SLNC akan memperoleh dan mengolah bijih nikel laterit melalui perjanjian komersial dengan PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak perusahaan MBMA. Tambang SCM merupakan salah satu sumber daya nikel terbesar di dunia yang mengandung sekitar 13,8 juta ton nikel dan 1 juta ton kobalt.
MBMA akan membangun pabrik persiapan bijih atau Feed Preparation Plant (FPP) di tambang SCM untuk mendukung pengangkutan bijih melalui pipa ke pabrik pengolahan SLNC di IMIP.
Sebelumnya MBMA bermitra dengan GEM Co., Ltd. untuk mengembangkan dua pabrik HPAL lainnya di kawasan IMIP dengan total kapasitas 55.000 ton MHP per tahun.
Keduanya diharapkan mulai produksi pada paruh pertama 2025. Pabrik HPAL pertama, yang dioperasikan oleh PT ESG New Energy Material (ESG), memiliki kapasitas sebesar 30.000 ton MHP per tahun.
Sementara pabrik HPAL kedua yang dioperasikan oleh PT Meiming New Energy Material, memiliki kapasitas produksi tahunan sebesar 25.000 ton MHP.
"MBMA terus memperkuat posisinya dalam rantai pasok global untuk industri baterai, sekaligus mendukung peran Indonesia sebagai pusat produksi bahan baku baterai kendaraan listrik," tandas Teddy.
Selanjutnya: CIMB Niaga Raih Penghargaan Asian Management Excellence Awards 2025
Menarik Dibaca: Ajak Perempuan Hijab Terapkan Gaya Hidup Sehat, Nivea Hijab Run 2025 Sukses Digelar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News