Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Di satu sisi, pembatasan sosial juga turut membuat berbagai aktivitas kegiatan seperti belanja, jalan-jalan, dan liburan tidak bisa dilakukan. Hal ini pada akhirnya membuat dana yang sebelumnya sudah dialokasikan jadi tidak bisa dibelanjakan. Kombinasi waktu luang, dana lebih, dan maraknya informasi soal investasi pada akhirnya memicu masyarakat untuk memulai investasi.
“Apalagi, pada saat yang sama, suku bunga acuan terus turun sehingga membuat return deposito juga turun. Tak pelak, alternatif investasi lain pun dicari, dan reksadana adalah salah satu yang dijadikan incaran masyarakat,” tambah Rudiyanto.
Rudiyanto juga meyakini, seluruh jenis reksadana mendapatkan minat yang cukup merata. Pasalnya, setiap investor pasti melakukan diversifikasi portofolio sehingga semua jenis reksadana memiliki pangsanya masing-masing.
Jika merujuk data OJK, per akhir Februari 2021, jumlah dana kelolaan reksadana menyentuh angka Rp 570,8 triliun. Dengan porsi terbesar berada di reksadana terproteksi, yakni 25,05%, lalu reksadana pendapatan tetap sebesar 24,54%, kemudian reksadana saham sebesar 22,21%, dan reksadana pasar uang sebesar 16,38%. Sementara sisanya tersebar pada reksadana indeks, exchange traded fund (ETF), reksadana campuran, reksadana indeks, dan reksadana global.
Baca Juga: Wah pandemi Covid-19 picu pertumbuhan jumlah investor pasar modal dan reksadana
Rudiyanto meyakini ke depan jumlah investor reksadana masih akan terus bertambah. Apalagi, dia melihat jumlah masyarakat yang dari segi keuangan mampu, namun belum melakukan investasi juga masih besar. Sehingga potensi ke depan masih akan tetap besar.
“Dengan basis investor yang semakin membesar, maka industri pasar modal juga akan semakin besar. Hal ini pada akhirnya akan membuat pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan alternatif selain perbankan bagi perusahaan,” pungkas Rudiyanto.
Baca Juga: Lindungi Investor, OJK Juga Diminta Menjaga Gairah Emiten
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News