Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minat investasi di Indonesia terus tumbuh dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini tercermin dari jumlah investor yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Merujuk data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tercatat pada akhir Februari 2021, jumlah investor pasar modal sudah mencapai 4,51 juta investor. Padahal, pada penghujung tahun 2020, jumlahnya masih 3,88 juta investor. Artinya, dalam dua bulan, jumlah investor pasar modal sudah naik sebesar 16,24%.
Kondisi serupa rupanya juga terjadi di industri reksadana, bahkan tren pertumbuhannya dari tahun ke tahun cukup signifikan. Merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada 2018 lalu jumlahnya hanya sebanyak 995.510 investor.
Kemudian naik menjadi 1,77 juta pada akhir 2019. Bahkan, kenaikan lebih tinggi terjadi pada tahun lalu, di mana jumlah investor reksadana mencapai 3,18 juta atau naik 78,95%.
Sementara memasuki 2021, tren positif ini masih belum berhenti. Tercatat, per akhir Februari 2021, jumlah investor reksadana telah naik lagi 20,50% menjadi 3,83 juta investor.
Direktur IndoSterling Asset Management Fitzgerald Stevan Purba mengatakan, pertumbuhan investor yang relatif pesat ini bisa dibilang cukup mengejutkan. Pasalnya, pertumbuhan jumlah investor baik di pasar modal maupun reksadana, umumnya membutuhkan waktu yang relatif lama.
Baca Juga: Prospek reksadana saham setelah anjlok di kuartal I-2021
“Penambahan investor dalam waktu belakangan ini sebenarnya sudah seharusnya terjadi. Hal ini sebagai konsekuensi logis pandemi Covid-19 yang akhirnya menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya dana yang ditabung atau dicadangkan untuk kondisi darurat,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (5/4).
Lebih lanjut, selain faktor pandemi Covid-19, Fitzgerald juga menyebut faktor berupa imbal hasil deposito yang semakin rendah juga turut jadi pemicu. Dengan tren tingkat suku bunga yang semakin turun, imbal hasil deposito dipandang tidak menguntungkan lagi. Pada akhirnya, ini memberanikan masyarakat Indonesia untuk mencari tingkat imbal hasil yang lebih tinggi ke pasar modal maupun reksadana.
Berdasarkan pengamatan Fitzgerald, kebanyakan para investor baru banyak yang memilih menyimpan dananya pada reksadana saham. Apalagi, secara jangka panjang, imbal hasil deposito terlihat trendnya semakin menurun. Beda halnya dengan reksadana saham di mana rata-rata imbal hasilnya dapat mencapai lebih dari 10% per tahun dan dalam jangka panjang lebih besar lagi, walaupun dengan tingkat risiko tertentu.
“Reksadana saham dari segi risiko juga lebih kecil dibandingkan saham biasa karena mengingat komposisi dari reksadana saham pada umumnya memiliki lebih dari 10 saham unggulan,” imbuh Fitzgerald.
Ke depan, dengan semakin sadar pentingnya investasi, tabungan, dan dana yang dicadangkan untuk masa depan, Fitzgerald optimistis tren pertumbuhan investor masih akan terus berlanjut. Menurutnya, pertumbuhan investor baik pada pasar modal maupun reksadana, tentu akan memberi keuntungan bagi industrinya maupun investornya.
Ia menilai, dengan bertambahnya investor, maka akan semakin berkembang juga ukuran pasar modal itu sendiri. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan ukuran industri pasar modal dan ujung-ujungnya semakin menguntungkan para pelakunya, termasuk investor.
Belum lagi, likuiditas yang tersedia di pasar modal akan semakin banyak sehingga pergerakan pasar modal semakin mendekati pasar sempurna.
“Lalu, instrumen-instrumen investasi juga akan terus berkembang sehingga membuat tersedianya alternatif-alternatif sumber pembiayaan. Hal ini bisa memberikan imbas pada produktivitas modal dan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya,” pungkas Fitzgerald.
Selanjutnya: Reksadana pasar uang catat kinerja paling apik dalam sepekan terakhir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News