Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Di tiga bulan pertama tahun ini, realisasi kontrak baru PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) terbilang masih sepi. Perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur ini baru merealisasikan 9,3% target kontrak anyarnya senilai Rp 3 triliun.
Mahliman Sugiono, Sekretaris Perusahaan TOTL beberapa waktu lalu mengatakan kepada KONTAN, sepanjang kuartal I-2015 perusahaannya itu telah mengantongi kontrak baru senilai Rp 280,81 miliar. Meski raihan itu masih terbilang kecil dari total target, perusahaan tetap yakin hingga akhir tahun 2015 dapat membukukan pendapatan hingga Rp 2,3 triliun.
Menurut Analis Buana Capital Adeline Solaiman mengatakan target tersebut dapat perusahaan capai karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, dilihat dari tender yang diikuti perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan target pendapatan. "Tahun ini TOTL mengikuti tender dengan total nilai Rp 6,2 triliun," jelas dia kepada KONTAN.
Lalu yang kedua yakni dari sisi bisnisnya, ia menilai bisnis infrastruktur untuk bangunan vertikal masih cukup positif di tahun ini. Maklum, TOTL memang hanya bergerak di bidang pembangunan gedung-gedung vertikal alias high rise building. Menurutnya, saat ini para pengembang masih menjadikan proyek high rise building sebagai sumber utamanya dibandingkan proyek properti lainnya.
Namun jika nantinya target tersebut tak tercapai, Adeline tak mengkhawatirkan kondisi keuangan perusahaan. Pasalnya, tercatat di 2015, TOTL memiliki total proyek carry over yang cukup besar yakni sebesar Rp 3,9 triliun. Angka tersebut melonjak lantaran di tahun lalu banyak backlog yang tertunda akibat pagelaran Pemilu.
Adapun estimasi proyek carry over itu berasal dari Menara Danamon (2015), Menara Sentraya (2015), The Power (2016), Pondok Indah Residence (2017), Menara Kompas (2016), dan lain-lain. Memang, jika dilihat dari proyek yang didapat TOTL itu cenderung berasal dari proyek swasta dibandingkan dari pemerintah.
Hal tersebut juga tercermin di tahun lalu, kalau proyek pemerintah hanya berkontribusi kurang lebih sebesar 4% dari total proyek keseluruhan. Maka tak heran jika di tahun ini TOTL masih akan fokus pada pembangunan untuk proyek high rise building di tahun ini.
Adapun di tahun ini perusahaan menargetkan kontrak baru sebesar Rp 3 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan target awal Rp 6,2 triliun. Manajemen TOTL sendiri mengakui, pemangkasan kontrak baru ini lantaran kekurangan tenaga kerja. Keterbatasan tersebut menyebabkan TOTL harus mempertimbangkan target kontrak.
Hal serupa juga diutarakan Adeline. Bahkan ia bilang, kekurangan tenaga kerja ahli itu dapat menjadi sentimen negatif bagi kinerja perusahaan di tahun ini. Hal itu juga berpengaruh pada perusahaan yang cenderung tak menerima proyek Joint Operation (JO). "TOTL tak memiliki proyek JO baru dalam dua tahun ke depan," terang dia.
Selain itu, perusahaan juga mengambil langkah ini karena ingin memperbaiki marjin. Pasalnya, proyek JO memiliki margin yang lebih kecil ketimbang proyek pribadi.
Melihat kondisi tersebut, Analis Bahana Securities Bob Setiadi mengatakan dalam risetnya pada 23 Maret 2015, TOTL justru merevisi target laba bersih menjadi Rp 190 miliar dari sebelumnya Rp 175 miliar. Hal itu didukung oleh pendapatan tambahan dari proyek backlog di tahun lalu dan keuntungan yang lebih tinggi dari hasil JO. Untuk tahun ini juga, TOTL menganggarkan dana belanja modal sebesar Rp 100 miliar.
Bob berpendapat, tak terlalu masalah dengan kenaikan target laba bersih itu. "Laba tersebut sesuai dengan estimasi kami di 2015 yang sebesar Rp 194 miliar," tulis dia. Meski sesuai, ia tetap berharap jika dana belanja modal perusahaan dapat lebih rendah menjadi Rp 50 miliar saja. Sehingga ia merekomendasikan beli saham TOTL di harga Rp 1.100.
Sementara Adeline merekomendasikan hold sembari menunggu hasil kinerja keuangan di kuartal I-2015. Arief Budiman, Analis Ciptadana Securities juga merekomendasikan hold di harga Rp 1.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News