Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meredanya perang dagang antara Amerika Serikat-China mulai menemui titik terang setelah kedua negara tersebut sepakat menandatangani kesepakatan dagang tahap pertama, Rabu (15/1) di Washington.
Bak mata pisau, meredanya ketegangan antara dua ekonomi raksasa ini membawa berkah sekaligus katalis negatif bagi beberapa emiten.
Analis Royal Investum Sekuritas Wijen Ponthus menilai, salah satu hasil kesepakatan dagang ini adalah diperbolehkannya kembali AS untuk mengekspor gas dan batubara ke China. Sehingga menurutnya, emiten yang berpeluang meraup keuntungan dari adanya kesepakatan dagang ini adalah emiten sektor energi.
Baca Juga: AS-China capai kesepakatan dagang tahap I, ini saham komoditas rekomendasi analis
Di sisi lain, kesepakatan dagang justru menjadi katalis negatif bagi saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, kesepakatan dagang menjadi katalis negatif bagi instrumen investasi safe haven seperti emas.
“Intinya terkait geopolitik ataupun lainnya yang mempengaruhi ekonomi global berpengaruh terhadap investasi yang bersifat safe haven,” terang Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (20/1).
Sebab, ketika terjadi pelemahan ataupun kemungkinan resesi pada negara-negara yang cukup berpengaruh, investor pastinya akan memilih emas untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi tersebut. Dalam kasus ini, ketika perang dagang mereda, maka investor cenderung akan meninggalkan instrumen emas.
Salah satu bukti nyata adalah ketika terjadi serangan rudal Iran ke basis militer AS di Irak pada 8 Januari 2020 waktu setempat. Kala itu, harga emas Antam langsung melejit Rp 15.000 dari Rp 784.000 per gram. Namun, ketika konflik geopolitik lainnya mereda, yakni adanya kesepakatan dagang fase pertama antara AS dengan China terjadi, harga emas Antam kembali turun.
Begitu juga dengan harga saham ANTM yang juga menunjukkan kinerja yang kurang apik. Secara year-to-date, saham ANTM telah terkoreksi 5,36%.
Ke depan, Sukarno menilai pergerakan harga saham ANTM masih bergantung pada pergerakan harga komoditas emas.
Senada, Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai harga komoditas tentu sangat mempengaruhi pendapatan ANTM.
Melansir dari laporan keuangan ANTM, per kuartal III-2019 segmen emas berkontribusi 69% terhadap pendapatan total ANTM yang mencapai Rp24,5 triliun.
Baca Juga: Ekspansi tambang batubara diprediksi kembali sepi di tahun ini
Aria mengatakan, kenaikan harga emas telah terjadi selama 15 bulan sampai Januari 2020. Artinya, harga emas memang sudah naik bahkan ketika konflik geopolitik Timur Tengah belum terjadi.
“Perjanjian dagang AS dengan China juga meredakan sementara kekhawatiran perang dagang,” terang Aria kepada Kontan.co.id, Senin (20/1).
Sementara untuk saham berbasis logam lain, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO), justru memiliki prospek yang bagus. Hal ini tidak lepas dari harga komoditas nikel yang ditakar memiliki prospek bagus dalam jangka panjang.
Apalagi,sejak 1 Januari 2020 pemerintah telah resmi melarang ekspor bijih nikel dengan kadar rendah. Meskipun secara ytd saham INCO turun 4,95%, namun Sukarno melihat hal ini hanyalah koreksi sesaat.
“Saham INCO inline dengan pergerakan komoditasnya sekarang cenderung konsolidasi. Untuk jangka pendek sampai menengah mungkin harga masih bisa koreksi,” lanjut Sukarno.
Pun begitu dengan komoditas timah. Aria menilai harga timah berpotensi untuk bangkit tahun ini dan bakal memberi sentimen positif bagi emiten produsen timah, salah satunya PT Timah Tbk (TINS).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News