kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia di Tengah Inflasi AS dan Suku Bunga The Fed


Minggu, 13 Maret 2022 / 16:37 WIB
Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia di Tengah Inflasi AS dan Suku Bunga The Fed
ILUSTRASI. Menilik Prospek Pasar Saham Indonesia di Tengah Inflasi AS dan Suku Bunga The Fed


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Amerika Serikat (AS) mencatatkan lonjakan inflasi pada bulan Februari 2022 sebesar 7,9%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang naik 7,5%. Tingkat inflasi di Negeri Paman Sam tersebut memecah rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Dengan inflasi yang meroket, bank sentral AS alias The Fed pun memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga acuan. Sedangkan mengenai suku bunga di dalam negeri, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) akan berlangsung pada 16-17 Maret 2022.

Analis Fundamental B-Trade Raditya Krisna Pradana menerangkan bahwa inflasi AS bulan Februari 2022 yang mencetak rekor tertinggi sejak Januari 1982 menambah keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada Federal Open Market Committee (FOMC) 15-16 Maret nanti. 

Raditya turut memprediksi, The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan ini. Sepanjang tahun ini, lanjut Raditya, The Fed diproyeksikan akan meningkatkan suku bunga sebesar 150 basis poin. Bahkan bisa jadi lebih, jika melihat efek super cycle komoditas yang menyebabkan lonjakan inflasi.

Baca Juga: IHSG Besok Diramal Lanjutkan Koreksi, Simak Rekomendasi Saham PTPP, MNCN, dan CTRA

Sementara itu, RDG BI pada 16-17 Maret nanti diperkirakan masih belum menaikkan suku bunga acuan atau tetap di 3,5%. Raditya memproyeksikan BI akan mulai meningkatkan suku bunga acuan pada semester kedua tahun ini.

Kenaikan suku bunga acuan bisa saja dilakukan lebih cepat oleh BI, dengan catatan The Fed meningkatkan suku bunga secara agresif. Menurut analisa Raditya, suku bunga acuan (BI7DDR) akan dinaikkan ke kisaran 4% - 4,25% pada tahun ini.

Mempertimbangkan berbagai proyeksi tersebut, Raditya menekankan agar pelaku pasar mencermati sejumlah katalis penting yang akan berdampak ke bursa saham. Meliputi konflik Rusia-Ukraina, super cycle komoditas, inflasi AS, serta rencana kenaikan suku bunga oleh The Fed yang nantinya akan diikuti oleh BI.

"Kami menyarankan kepada pelaku pasar untuk selalu memperhatikan risk dan money management-nya. Terutama pada kondisi seperti saat ini, dimana ketidakpastiannya jauh lebih besar," kata Raditya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (13/3).

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Liza Camelia Suryanata juga melihat inflasi AS yang mencapai 7,9% semakin menegaskan kenaikan suku bunga The Fed tak terelakkan. Kendati begitu, Liza memberikan catatan bahwa kondisi pasar dan ekonomi Indonesia berbeda dengan AS.

Baca Juga: Bergerak di Atas Trendline Bullish, Simak Proyeksi IHSG pada Perdagangan Senin (14/3)

Pertama, tingkat inflasi Indonesia relatif masih rendah dengan berada di level 2%. Indonesia pun masih punya ruang untuk kucuran stimulus, dibandingkan dengan stimulus jumbo yang telah digelontorkan AS sehingga memanaskan tingkat inflasi mereka.  

Kedua, meroketnya harga-harga komoditas dunia terutama minyak mentah akan sangat berpengaruh bagi inflasi AS yang harga bahan bakarnya akan mengikuti harga pasar. Berbeda dengan Indonesia yang masih memiliki sistem subsidi.

Ketiga, stabilitas nilai tukar rupiah juga masih bisa terjaga dengan pengetatan likuiditas di pasar secara bertahap serta mengurangi ketergantungan pada dollar AS.

"Jadi secara teknikal kami melihat pergerakan dollar AS against IDR tidak akan terlalu volatile, bergerak antara rentang 14.200-14.400, setingginya di 14.500," ujar Liza.

Dampak ke pasar saham

Liza melanjutkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada Jum'at (11/3) ditutup turun 1,40 poin masih bisa selamat untuk tetap pada posisi uptrend jangka pendeknya yang dimulai sejak Januari tahun ini. Sebagai informasi, pada pekan lalu IHSG ditutup pada posisi 6.922,60.

Menurut Liza, selama IHSG masih bertahan di atas level support 6.830-6.850 untuk posisi saat ini, maka IHSG masih berpeluang bergerak maju menuju level resistance di 6.970-7.000.

Sementara itu, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyoroti bahwa kenaikan suku bunga The Fed memang sudah terprediksi sejak bulan Februari dan saat itu pun IHSG sempat terkoreksi.

Menurut Wawan, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed 25-50 basis poin sudah price in, sehingga hanya akan memberikan dampak jangka pendek bagi pasar saham.

Baca Juga: Asing Mulai Profit Taking di Saham Perbankan

"Kalau nanti naik (suku bunga The Fed), efeknya akan pendek saja. Di sisi lain dengan kondisi geopolitik yang ada bisa saja kenaikan suku bunga The Fed akan dipertimbangkan kembali," ujarnya.

Wawan memberikan gambaran, pada tahun 2016-2019, terjadi kenaikan suku bunga The Fed dari 0,25% hingga ke tingkat 2,25%. Di saat itu, baik IHSG maupun pasar  surat utang negara (SUN) masih bisa melaju positif, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Wawan menyarankan, investor bisa melakukan antisipasi dengan diversifikasi pada pasar uang yang akan diuntungkan bila suku bunga naik. Dengan tren recovery ekonomi Indonesia, pasar saham dinilai tetap menjanjikan dalam jangka panjang meski ada volatilitas jangka pendek setiap pengumuman kenaikan suku bunga.

"Dari tahun 2016-2019 tren suku bunga The Fed naik, tapi IHSG dan infovesta goverment bond index juga naik-naik saja. Paling saat suku bunga naik, memang koreksi jangka pendek," sebut Wawan.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menambahkan, perkembangan pasar beberapa pekan terakhir menunjukkan belum adanya capital outflow. Malahan sejak awal tahun 2022, asing mengucurkan capital inflow yang kuat.

Baca Juga: Saham-Saham yang Banyak Dikoleksi Asing pada Akhir Pekan

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang tahun 2022 investor asing telah mencatatkan beli bersih sebesar Rp 17,5 triliun. Pandhu bilang, derasnya aksi beli asing didasari oleh keyakinan investor global yang melihat Indonesia lebih menarik, lantaran diuntungkan kondisi harga komoditas yang tengah dalam level tertinggi.

"Kuatnya ekspor Indonesia telah membawa cadangan devisa mencapai rekor tertinggi, dan menjaga kurs rupiah tetap stabil, meski beberapa bulan ini US Dollar terus menguat. Perlu mencermati pergerakan investor asing dan kurs rupiah karena selama kondisinya masih terjaga seperti beberapa pekan terakhir, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebih," terang Pandhu.

Secara umum, imbuhnya, IHSG dan saham big caps masih dalam trend menguat sehingga investor masih bisa melakukan hold dengan tenang. Namun, bila terjadi pembalikan yang cukup kuat, maka perlu diwaspadai, terlebih jika bercermin pada bursa lain yang sudah mulai mengalami koreksi belakangan ini.

Menurut Pandhu, IHSG masih dalam tren menguat. Meski, dia melihat pekan depan akan cenderung sideways terlebih dulu karena investor menantikan kepastian mengenai suku bunga The Fed. Konsensus memperkirakan terjadi kenaikan 0,25%. Data inflasi yang sudah mencapai 7,9% dapat memicu kenaikan suku bunga lebih agresif.

"Jika ternyata dinaikkan 0,5% maka diperkirakan akan terjadi tekanan jual di pasar, apalagi jika hal ini diikuti capital outflow yang masif," kata Pandhu.

Sedangkan untuk suku bunga BI, Pandhu memperkirakan masih akan bertahan di level 3,5% mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih perlu dipacu dan tingkat inflasi yang masih relatif rendah. Pandhu pun memprediksi support IHSG pekan depan berada di level 6.812, sedangkan resistance di level 6.997.

Di sisi lain, sepanjang pekan lalu tampak ada rotasi sektor. Ada pergeseran dari sektor komoditas yang sudah naik banyak, ke sektor properti, konstruksi dan ritel yang dalam beberapa pekan sebelumnya sudah mengalami koreksi cukup dalam. 

Pandhu memperkirakan kondisi ini akan berlanjut ke saham atau sektor lain yang sudah mengalami koreksi cukup dalam. Di antaranya yang menarik untuk dicermati adalah WOOD, MNCN dan AMRT.

Baca Juga: Saham-Saham yang Banyak Diobral Asing pada Akhir Pekan

"Masing-masing mulai memberikan sinyal pembalikan arah setelah koreksi yang cukup dalam beberapa pekan sebelumnya," tandas Pandhu.

Sementara itu, Wawan melihat saham perbankan tetap menarik sebagai proxy recovery ekonomi. Saham consumer goods yang sedang tertekan oleh kenaikan harga bahan baku, bisa menjadi buy on wakness untuk long term. Kemudian saham di sektor telekomunikasi menjadi pilihan yang lebih defensif.

Sedangkan Raditya memproyeksikan untuk sepekan ke depan, IHSG akan kembali naik melanjutkan uptrend-nya. Level support berada di 6.900, 6.870-6.850. Sedangkan level resistance di 6.930, 6.950, dan 7.000.

Adapun saham yang menurut Raditya menarik untuk dicermati pelaku pasar adalah AKRA dengan rekomendasi buy di target Rp 840, MEDC di Rp 800, dan PTPP pada level Rp 1.180.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×