Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
"Jadi secara teknikal kami melihat pergerakan dollar AS against IDR tidak akan terlalu volatile, bergerak antara rentang 14.200-14.400, setingginya di 14.500," ujar Liza.
Dampak ke pasar saham
Liza melanjutkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada Jum'at (11/3) ditutup turun 1,40 poin masih bisa selamat untuk tetap pada posisi uptrend jangka pendeknya yang dimulai sejak Januari tahun ini. Sebagai informasi, pada pekan lalu IHSG ditutup pada posisi 6.922,60.
Menurut Liza, selama IHSG masih bertahan di atas level support 6.830-6.850 untuk posisi saat ini, maka IHSG masih berpeluang bergerak maju menuju level resistance di 6.970-7.000.
Sementara itu, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyoroti bahwa kenaikan suku bunga The Fed memang sudah terprediksi sejak bulan Februari dan saat itu pun IHSG sempat terkoreksi.
Menurut Wawan, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed 25-50 basis poin sudah price in, sehingga hanya akan memberikan dampak jangka pendek bagi pasar saham.
Baca Juga: Asing Mulai Profit Taking di Saham Perbankan
"Kalau nanti naik (suku bunga The Fed), efeknya akan pendek saja. Di sisi lain dengan kondisi geopolitik yang ada bisa saja kenaikan suku bunga The Fed akan dipertimbangkan kembali," ujarnya.
Wawan memberikan gambaran, pada tahun 2016-2019, terjadi kenaikan suku bunga The Fed dari 0,25% hingga ke tingkat 2,25%. Di saat itu, baik IHSG maupun pasarĀ surat utang negara (SUN) masih bisa melaju positif, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Wawan menyarankan, investor bisa melakukan antisipasi dengan diversifikasi pada pasar uang yang akan diuntungkan bila suku bunga naik. Dengan tren recovery ekonomi Indonesia, pasar saham dinilai tetap menjanjikan dalam jangka panjang meski ada volatilitas jangka pendek setiap pengumuman kenaikan suku bunga.
"Dari tahun 2016-2019 tren suku bunga The Fed naik, tapi IHSG dan infovesta goverment bond index juga naik-naik saja. Paling saat suku bunga naik, memang koreksi jangka pendek," sebut Wawan.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menambahkan, perkembangan pasar beberapa pekan terakhir menunjukkan belum adanya capital outflow. Malahan sejak awal tahun 2022, asing mengucurkan capital inflow yang kuat.
Baca Juga: Saham-Saham yang Banyak Dikoleksi Asing pada Akhir Pekan
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang tahun 2022 investor asing telah mencatatkan beli bersih sebesar Rp 17,5 triliun. Pandhu bilang, derasnya aksi beli asing didasari oleh keyakinan investor global yang melihat Indonesia lebih menarik, lantaran diuntungkan kondisi harga komoditas yang tengah dalam level tertinggi.
"Kuatnya ekspor Indonesia telah membawa cadangan devisa mencapai rekor tertinggi, dan menjaga kurs rupiah tetap stabil, meski beberapa bulan ini US Dollar terus menguat. Perlu mencermati pergerakan investor asing dan kurs rupiah karena selama kondisinya masih terjaga seperti beberapa pekan terakhir, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan secara berlebih," terang Pandhu.
Secara umum, imbuhnya, IHSG dan saham big caps masih dalam trend menguat sehingga investor masih bisa melakukan hold dengan tenang. Namun, bila terjadi pembalikan yang cukup kuat, maka perlu diwaspadai, terlebih jika bercermin pada bursa lain yang sudah mulai mengalami koreksi belakangan ini.
Menurut Pandhu, IHSG masih dalam tren menguat. Meski, dia melihat pekan depan akan cenderung sideways terlebih dulu karena investor menantikan kepastian mengenai suku bunga The Fed. Konsensus memperkirakan terjadi kenaikan 0,25%. Data inflasi yang sudah mencapai 7,9% dapat memicu kenaikan suku bunga lebih agresif.