Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laba PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) mampu melejit meski pendapatan merosot dalam tiga bulan pertama tahun 2024. Emiten yang terafiliasi dengan Garibaldi "Boy" Thohir ini meraup pendapatan senilai US$ 73,82 juta pada kuartal I-2024.
Pendapatan ESSA menyusut 15,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) yang kala itu mencapai US$ 87,84 juta. Namun secara bottom line, ESSA mampu meraih laba bersih senilai US$ 10,21 juta hingga Maret 2024.
Sebagai gambaran saja, jika dikonversi memakai kurs saat ini sebesar Rp 16.220 per dolar Amerika Serikat, keuntungan ESSA setara dengan Rp 165,61 miliar. Dibandingkan kuartal I-2023, laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk ESSA melejit 228,29% yang kala itu mencapai US$ 3,11 juta.
Lonjakan laba ESSA tak lepas dari menyusutnya sejumlah pos beban dalam kurun tiga bulan pertama 2024. Situasi ini turut mengangkat posisi EBITDA ESSA yang tumbuh 41% (YoY) dari US$ 22 juta menjadi US$ 31,5 juta.
"Peningkatan volume produksi dan penurunan biaya berkontribusi pada peningkatan EBITDA," ungkap Corporate Secretary Essa Industries Indonesia Shinta D. U. Siringoringo dalam keterbukaan informasi, Senin (22/4).
Baca Juga: Laba Emiten Boy Tohir (ESSA) Meroket 228% Jadi Setara Rp 165 Miliar, Ini Pendorongnya
Sementara penurunan pendapatan ESSA sejalan dengan harga realisasi amoniak yang mengalami pelemahan 51% (YoY) menjadi rata-rata US$ 344 per metrik ton pada kuartal I-2024. Adapun, penurunan harga amoniak dipicu oleh masalah geopolitik di Timur Tengah dan kawasan Laut Merah pada awal 2024.
Harga amoniak mencapai titik terendahnya pada bulan Maret 2024, dan selanjutnya menunjukkan tren peningkatan. ESSA memperkirakan harga amoniak akan tetap berada pada level yang serupa dengan tahun 2023.
"Sementara itu, harga LPG menunjukkan peningkatan yang cukup kuat di tengah pemotongan produksi minyak negara – negara anggota OPEC+," terang Shinta.
Investment Analyst Stockbit Theodorus Melvin menyoroti penurunan biaya pabrikasi ESSA pada kuartal I-2024 disebabkan oleh tidak adanya biaya maintenance pabrik amonia. Berbeda dari kuartal I-2023, di mana ESSA mengadakan maintenance pabrik amonia selama tiga minggu yang berlangsung sejak 17 Februari—10 Maret 2023.
Dengan tidak adanya maintenance pabrik, Theodorus memprediksi volume produksi amonia ESSA pada kuartal I-2024 naik secara tahunan ke level 195.000 — 200.000 ton dibandingkan 143.000 ton pada kuartal I-2023.
Theodorus menaksir kinerja ESSA dapat berfluktuatif akibat dinamika harga acuan amonia seiring konflik geopolitik. Meski begitu, efek low base pada kuartal II-2023 dan kuartal III-2023 dapat memberikan sentimen positif kepada ESSA. Proyeksi itu dengan asumsi harga amonia stabil di level saat ini, US$ 400 — US$ 500 per ton.
Baca Juga: ESSA Industries (ESSA) Bakal Menebar Dividen Rp 5 Per Saham
Sementara itu, Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian memprediksi pendapatan ESSA tahun ini masih cenderung terbatas. Hal ini didorong oleh pelemahan harga ammonia dan ketidakpastian global yang dapat memicu penurunan permintaan.
Di sisi lain, rilis kinerja kuartal I-2024 belum menjadi angin segar yang mengangkat kembali saham ESSA. Sempat menguat di awal perdagangan, harga ESSA ditutup melemah 2,01% ke posisi Rp 730 per saham pada Selasa (23/4).
Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memandang pergerakan saham ESSA memang cenderung sideways dan rawan terkoreksi. Saham ESSA juga dibayangi dengan adanya peningkatan volume penjualan.
Dus, Herditya menyarankan sell on strength terlebih dulu saham ESSA dengan memperhatikan support pada Rp 710 dan resistance di Rp 760. Sekadar mengingatkan, harga saham ESSA melejit sejak Maret dan sampai saat ini mengakumulasi kenaikan 37,74% secara year to date.
Sedangkan Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menyarankan untuk wait and see terlebih dulu terhadap saham ESSA. Sementara Ayu merekomendasikan hold ESSA dengan target harga di level Rp 800 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News