Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor batubara masih berpotensi membaik pada tahun ini. Permintaan pasar domestik akan menstimulus sektor batubara yang ditopang oleh permintaan batubara dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan hilirisasi batubara (DME).Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 menargetkan penggunaan batu bara sebagai sumber daya energi yang digunakan akan mencapai 54,4% pada sampai akhir tahun 2027.
“Hal ini menunjukkan bahwa batubara masih akan menjadi sumber energi utama yang digunakan di Indonesia khususnya pada pembangkit listrik,” kata Analis MNC Sekuritas, Krestanti Nugrahane Widhi kepada Kontan.co.id, Sabtu (30/3).
Kebijakan gasifikasi batubara menjadi dimethylether (DME). Saat ini pemerintah berfokus meningkatkan nilai tambang melalui DME yang berpotensi menjadi secondary margin bagi pertambangan batubara domestik. Melalui teknologi gasifikasi, batubara akan diubah menjadi syngas yang kemudian akan diproses kembali menjadi produk akhir yaitu DME. Ketika teknologi gasifikasi sudah dapat dijalankan, DME dapat menjadi alternatif pengganti LPG
Sementara, Morgan Stanley memprediksi ekspor batubara Australia diperkirakan akan cukup bagus. Dengan peningkatan pertumbuhan sekitar 3%-4% dibanding tahun lalu. Ia memprediksi harga batubara pada tahun ini sebesar US$ 91 per ton. Adapun rata-rata harga batubara pada kuartal II sebesar US$ 95 per ton, US$ 90 pada kuartal III, dan US$ 85 pada kuartal IV.
Sejalan, analis NH Korindo, Firman Hidayat masih optimistis dengan pertumbuhan industri batubara tahun ini. Penambangan dan industri batubara diharapkan dapat berjalan dengan optimal di tengah gejolak perlambatan ekonomi global. Terlepas dari faktor negatif, ia optimistis harga batubara global yang mampu mencapai lebih dari US$ 85 per ton.
“Kemunduran jangka pendek terjadi, tetapi penguatan jangka panjang terus berlanjut,” kata Firman dalam risetnya 1 Februari 2019. Ia memperkirakan tren harga batubara yang lemah akan bertahan dalam waktu singkat karena tidak adanya faktor fundamental yang kuat.
Di sisi lain, permintaan akan batubara juga berasal dari negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina, untuk mengembangkan sektor industri yang membutuhkan batubara. Negara-negara di Asia Timur juga mengekspor batubara, khususnya batubara berkalori tinggi yang menghasilkan panas maksimum yang dibutuhkan oleh industri baja nirkarat.
Dari sudut pandang domestik, Pemerintah Indonesia meningkatkan produksi batubara dari 100 juta ton menjadi 585 juta ton per tahun. Ini juga ditopang oleh konsumsi batubara dari industri kereta api dan musim hujan yang lebih sedikit pada tahun 2019 dibanding tahun lalu.
Pada 2019, Firman memperkirakan bahwa India masih mengimpor batu bara termal secara masif karena hanya mampu menghasilkan batubara berkalori rendah dengan kandungan abu sulfur yang tinggi yang merusak lingkungan.
Tingginya permintaan batubara termal oleh India diperkirakan akan meredam permintaan batubara yang lebih rendah oleh China. Sehingga penambang batubara termal Indonesia mampu mempertahankan pendapatan mereka.
Firman menganggap emiten batubara masih berpeluang bisa tumbuh. Ia mengunggulkan tiga emiten sektor tersebut di antaranya PT Bukit Asam Tbk (PTBA). PTBA akan menambah lini bisnis di segmen hilirisasi batubara, yaitu gasifikasi batubara. Ada beberapa proyek gasifikasi yang akan dijalankan PTBA di antaranya kerja sama proyek dengan PT Pertamina dan Air products yang menghasilkan dimethyl ether (DME).
Kedua, kerja sama proyek dengan PT Pupuk Indonesia dan PT Chandra Asri Petrochemicals Tbk (TPIA) yang menghasilkan urea untuk pupuk dan polypropylene untuk bahan baku plastik. Ketiga, PTBA dalam jangka panjang akan fokus menyeimbangkan portofolio bisnisnya terutama pada hilirisasi bisnisnya dengan memperkuat lini gasifikasi batu bara dan bisnis pembangkit listrik dengan tujuan mengurangi ketergantungan pendapatannya terhadap batubara termal.
Dia manambahkan PTBA memiliki return on equity mencapai 38,1%, tertinggi di antara perusahaan sejenis. PT Adaro Energy (ADRO) memiliki bisnis batubara yang terintegrasi dengan baik dari hulu ke hilir. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) memiliki DPR mendekati 100% dan penilaian yang menarik.
Dia merekomendasikan PTBA dengan target harga sampai dengan akhir tahun yakni Rp 5.100. Fiman merekomendasikan saham ADRO dengan target harga Rp 1.625, dan ITMG dengan target Rp 25.475 sampai dengan akhir tahun.
Sementara Krestanti menilai tiga emiten unggulannya masih bisa memberikan kinerja yang bagus pada tahun ini baik dalam hal ekspansi dan produksi. Ia merekomendasikan beli PTBA dengan target harga Rp 4.800. Begitu pula dengan ADRO beli dengan target harga Rp 1.800. Selanjutnya Indika Energy (INDY) dengan target harga Rp 2.700 sampai dengan akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News