Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana pemerintah menerapkan skema front loading atau mengebut menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) di awal tahun, bisa menjadi peluang investor untuk mengoleksi lebih banyak obligasi di awal tahun.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Loto Srinaita Ginting mengatakan, pemerintah kembali akan menerapkan front loading SUN pada awal tahun 2015 untuk mencapai target penerbitan di akhir tahun. Hanya saja hingga kini pemerintah belum memiliki target pasti persentase nilai yang akan diterbitkan dengan skema tersebut.
Menurut Loto, penerbitan kotor (gross) SUN (termasuk SBN jatuh tempo) pada tahun depan sekitar Rp 430 triliun. "Biasanya perubahan nominal tergantung SBN yang jatuh tempo di tahun 2015," ujarnya, akhir pekan lalu. Target tersebut tidak berbeda jauh dengan target penerbitan SUN pada 2014 yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2014, yaitu Rp 429,78 triliun.
Global Markets Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia Anup Kumar mencermati, tahun ini, pemerintah melakukan front loading karena isu pemangkasan stimulus Bank Sentral Amerika (The Fed). "Tahun depan, front loading bisa dipicu isu kenaikan suku bunga The Fed," ungkapnya.
Pasalnya, kenaikan tingkat suku bunga The Fed berpotensi memicu pengalihan dana asing dari pasar domestik ke Amerika Serikat. Maklum, imbal hasil di AS bakal lebih tinggi dibanding sebelumnya. Sementara, di pasar obligasi domestik, investor tentu akan meminta yield yang lebih tinggi sehingga membebani biaya dana pemerintah.
Menurut Kumar, setidaknya pemerintah bisa mengebut penerbitan SUN sebesar 60% dari target gross pada semester I-2015. Meski demikian, lanjutnya, faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan menjadi salah satu pertimbangan pemerintah dalam menentukan besaran front loading yang akan dilakukan. "Dengan berpindahnya alokasi subsidi BBM ke sektor lain, harusnya pemerintah dapat mengurangi target penerbitan SUN," imbuhnya.
Fixed Income Analyst BNI Securities I Made Adi Saputra menduga, front loading SUN pada tahun depan akan bersifat dinamis, mengikuti perkembangan waktu dan besaran kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika alias The Fed. "Misalnya, kenaikan suku bunga The Fed ternyata dilakukan pada kuartal II-2015, maka pemerintah akan front loading pada kuartal I-2015," ujar Made.
Tetap hati-hati
Penerapan front loading akan menyebabkan suplai SUN di pasar primer melimpah di awal tahun. Namun, mulai pertengahan tahun suplai mulai seret. Situasi ini bisa dimanfaatkan investor mengoleksi SUN dalam jumlah banyak, dengan mendapatkan harga par.
Hanya saja, Made mengingatkan agar investor lebih berhati-hati. Sebab ada potensi harga SUN turun di pasar sekunder pada saat suku bunga The Fed naik. "Tapi, faktor ini bisa diimbangi jika pemerintah menaikkan harga BBM. Ini bisa membuat minat investor asing kembali tinggi karena yakin fundamental Indonesia akan membaik," jelasnya.
Sementara Kumar menyarankan para investor mengoleksi SUN tenor pendek , antara setahun sampai 10 tahun, secara bertahap pada saat front loading berlangsung. Obligasi tenor pendek dipilih karena lebih aman dan lebih likuid. "Koleksi hingga portofolio investor di obligasi mencapai overweight," ujarnya.
Kemudian, pada saat isu kenaikan suku bunga The Fed semakin mencuat pada semester II-2015 mendatang, investor bisa mulai mengurangi porsi portofolio investasi mereka di obligasi. "Jual di pasar sekunder saat pasar masih bullish. Ini untuk mengantisipasi penurunan harga SUN," imbuh Kumar. Investor ritel juga bisa memanfaatkan penerbitan surat utang ritel yang secara historis diterbitkan pada awal tahun seperti sukuk ritel atau global bond.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News