kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.123.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.622   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.040   -11,08   -0,14%
  • KOMPAS100 1.118   -5,53   -0,49%
  • LQ45 804   -6,09   -0,75%
  • ISSI 279   0,16   0,06%
  • IDX30 422   -0,76   -0,18%
  • IDXHIDIV20 484   -1,72   -0,35%
  • IDX80 122   -0,75   -0,61%
  • IDXV30 132   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 134   -0,95   -0,70%

Mengintip ketatnya bisnis menara


Senin, 18 Januari 2016 / 08:38 WIB
Mengintip ketatnya bisnis menara


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Era 4G dimulai. Bukan hanya operator yang berpeluang menjadikan hal ini sebagai sentimen positif, juga para penyedia menara telekomunikasi.

Leonardo Henry Gavaza, analis Bahana Securities, menjelaskan, lima tahun ke depan, porsi penggunaan smartphone bakal meningkat dari 37% menjadi 50% dari total jenis ponsel yang beredar.

Ini imbas semakin luasnya penggunaan jaringan 4G. Kondisi ini pada akhirnya turut mempengaruhi permintaan penggunaan menara telekomunikasi. "Dari semua pemain menara, kami menyukai TOWR karena valuasi lebih murah," imbuhnya.

PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) merupakan pemain menara independen terbesar di Indonesia. TOWR memiliki 12.211 menara dan 20.956 menara tenant. Jumlah tersebut diprediksi meningkat 6% tahun ini.

Catatan juga, tingkat kolokasi TOWR dengan jumlah menara miliknya sebesar 1,7 kali. Nah, pengalihan jaringan ke 1.800 MHz yang mendukung jaringan 4G bakal meningkatkan permintaan infrastruktur jaringan tersebut.

Dengan aset miliknya, bakal menjadi mendukung performa TOWR yang lebih solid untuk beberapa tahun ke depan. "TOWR juga memiliki posisi kas solid, ini sangat mendukung ekspansi, baik ekspansi organik maupun anorganik," jelas Leo.

Sementara, PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG), tidak lagi memiliki ruang luas untuk tumbuh. TBIG adalah emiten menara beraset terbesar, yakni Rp 24,31 triliun akhir September 2015. Tapi TBIG memiliki net gearing alias rasio utang tertinggi dibandingkan pemain lain, mencapai 481%.

Emiten menara lain adalah PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR). Emiten beraset Rp 14,71 triliun ini juga memiliki fundamental layak. Foong Choong Chen, analis CIMB Securities, dalam riset menjelaskan, SUPR akan memiliki performa lebih baik di era 4G.

SUPR juga mencetak performa tambahan karena memaksimalkan aset menara ke operator TV berbayar. Kemampuan tersebut membuat SUPR berpeluang mencatat pertumbuhan EBITDA per saham 27,8% pada 2015.

Di 2016 dan 2017 memang lebih kecil, tapi tetap positif dan stabil di level 14,9% dan 14,8%. "Setidaknya, SUPR mampu menjaga level margin tetap stabil, rata-rata ada di level 85,3%-85,6%," ujar Choong. Ada faktor lain yang menjadi katalis positif SUPR.

Kota besar dan padat seperti Jakarta membutuhkan unit-unit menara yang lebih kecil. Terbatasnya lahan tidak memungkinkan berdirinya menara telekomunikasi dengan ketinggian ratusan meter. Hingga saat ini, baru tiga pemain menara yang memiliki izin mendirikan menara jenis tersebut, salah satunya SUPR.

Persaingan bisnis menara di Indonesia sangat ketat. Selain para pemain besar, pemain kecil bisa menjadi ancaman. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga ikut bermain dalam jaringan 4G. Perusahaan pelat merah ini membutuhkan infrastruktur menara lebih luas.

Jika tukar guling saham TBIG dan Mitratel berlanjut, Telkom tak lagi membutuhkan banyak menara dari pemain independen seperti SUPR. PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) merupakan emiten terkecil, total asetnya Rp 1,08 triliun.

Dari sisi valuasi berdasarkan rasio price per earning (PE), BALI merupakan emiten menara termurah dengan rasio 23,67 kali. Menyusul TBIG dengan PE 28,41 kali, SUPR 95,4 kali dan TOWR dengan rasio PE terbesar, 106,92 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×