kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.123.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.622   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.040   -11,08   -0,14%
  • KOMPAS100 1.118   -5,53   -0,49%
  • LQ45 804   -6,09   -0,75%
  • ISSI 279   0,16   0,06%
  • IDX30 422   -0,76   -0,18%
  • IDXHIDIV20 484   -1,72   -0,35%
  • IDX80 122   -0,75   -0,61%
  • IDXV30 132   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 134   -0,95   -0,70%

Rekomendasi Saham Emiten yang Mendapat Angin Segar dari Pelemahan Rupiah


Senin, 22 September 2025 / 19:13 WIB
Rekomendasi Saham Emiten yang Mendapat Angin Segar dari Pelemahan Rupiah
ILUSTRASI. Pelemahan rupiah sebesar 1,38% dalam sepekan terakhir menjadi angin segar bagi emiten berorientasi ekspor.


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah sebesar 1,38% dalam sepekan terakhir menjadi angin segar bagi emiten berorientasi ekspor. Nilai tukar rupiah yang tertekan membuka peluang kenaikan pendapatan ketika dikonversi ke rupiah, terutama bagi perusahaan dengan biaya operasional dominan rupiah.

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menilai kondisi ini menguntungkan kinerja perseroan. Senior Analyst Investor Relations INCO, Lydia Yohana menyebut, seluruh pendapatan INCO berbasis dolar AS, sementara sekitar 90% biaya operasional masih dalam rupiah.

“Ketika rupiah melemah, pendapatan kami dalam rupiah otomatis meningkat,” ujar Lydia kepada Kontan, Senin (22/9/2025).

Meski demikian, emiten pertambangan nikel ini mengaku menghadapi tantangan, khususnya pada biaya impor barang modal, suku cadang, dan jasa berbasis dolar yang juga naik.

Baca Juga: IHSG Tertekan Akibat Pelemahan Rupiah, Ini Proyeksi Untuk Perdagangan Selasa (23/9)

Untuk meredam dampak negatif, kata Lydia, INCO menjalankan efisiensi operasional, pengendalian biaya, dan optimalisasi rantai pasok. “Prinsip kami berfokus pada keberlanjutan operasi jangka panjang, bukan semata dampak jangka pendek dari nilai tukar,” kata Lydia.

Hal serupa disampaikan Wakil Direktur Utama PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) Ang Andri Pribadi. Ia menyebut pelemahan rupiah memberi tambahan nilai bagi hasil ekspor SMSM, dengan kontribusi penjualan ekspor mencapai 65% pada semester I-2025.

Tantangannya, sekitar dua pertiga bahan baku masih diimpor dan hanya sepertiga yang berasal dari domestik. Menurut Ang, ini menjadi cermin minimnya industri hulu di Indonesia sehingga belum mampu memenuhi standar teknis dan kualitas yang dibutuhkan SMSM.

“Walaupun demikian, struktur bisnis SMSM yang berorientasi ekspor menciptakan natural hedge sekaligus menempatkan perseroan pada posisi long dollar, sehingga potensi kenaikan biaya impor dapat lebih seimbang dengan peningkatan penerimaan ekspor,” ungkap Ang Andri.

Hingga pertengahan tahun ini, SMSM telah mengekspor produknya ke sejumlah wilayah seperti Amerika Serikat (AS) senilai Rp 273,85 miliar, Australia Rp 183,07 miliar, Malaysia Rp 179,22 miliar, Thailand Rp 119,40 miliar. Lalu ke Jepang Rp 84,21 miliar, Prancis Rp 79,99 miliar, Singapura Rp 71,68 miliar, Uni Emirat Arab Rp50,67 miliar, Belgia Rp 42,17 miliar, dan Jerman Rp 39,20 miliar.

Untuk mengantisipasi gejolak kurs, SMSM terus mengelola kas, negosiasi harga dengan pemasok, serta opsi lindung nilai bila diperlukan. Diversifikasi pasar ekspor dan efisiensi operasional juga terus diperkuat.

Emiten yang Untung dan yang Tertekan

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan menilai, pelemahan rupiah memang membuka peluang bagi emiten ekspor untuk mencatatkan kinerja lebih kuat. 

Menurutnya, emiten yang menjual produknya dalam denominasi dolar AS akan menikmati keuntungan kurs ketika pendapatan dikonversi ke rupiah, sehingga margin bisa meningkat, terutama jika sebagian besar biaya produksi masih dalam rupiah.

Namun ia mengingatkan, kondisi ini tidak bisa digeneralisasi. Beberapa eksportir memiliki struktur biaya berbasis dolar, termasuk bahan baku dan utang valas, sehingga pelemahan rupiah justru bisa menekan kinerja bila mismatch valas terlalu besar.

Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah di Awal Pekan, Cermati Sentimennya untuk Selasa (23/9)

Ekky menilai sektor komoditas seperti batu bara, minyak dan gas, logam dasar—nikel dan emas—serta CPO paling diuntungkan karena produk mereka dihargai dalam dolar AS. 

Emiten seperti MEDC, MDKA, ADRO, PTBA, ITMG, TINS, ANTM, dan AALI termasuk yang berpotensi diuntungkan. 

Sebaliknya, sektor yang sangat bergantung pada impor atau memiliki utang valas tinggi, seperti farmasi, ritel impor, dan beberapa produsen otomotif, bisa tertekan. “Emiten seperti KLBF, UNVR, GJTL, atau ASSA bisa lebih terdampak negatif, tergantung pada struktur hedging masing-masing,” katanya kepada Kontan, Senin (22/9/2025).

Ke depan, lanjut Ekky, arah kebijakan The Fed, data inflasi AS, dan tensi geopolitik diperkirakan menjadi katalis utama pergerakan rupiah. 

Dari sisi domestik, efektivitas kebijakan fiskal dan kestabilan makro juga akan berpengaruh. Jika sentimen eksternal membaik dan kepercayaan terhadap kebijakan domestik menguat, arus modal menurutnya bisa kembali stabil.

Untuk rekomendasi saham, Ekky merekomendasikan akumulasi bertahap saham ANTM dengan target jangka menengah Rp 4.000–Rp 4.200, dan MEDC dengan target Rp 1.500–Rp 1.600 per saham.

MEDC mendapat dukungan dari rebound harga minyak dan ekspansi ke blok-blok strategis seperti Corridor dan Sakakemang. Sementara ANTM mendapat tailwind dari kenaikan harga emas dan prospek hilirisasi jangka panjang.

Selanjutnya: LPS Tegaskan Dana Pemerintah yang Dijamin Maksimal Rp 2 Miliar

Menarik Dibaca: 6 Manfaat Yoga untuk Wanita, Atasi Stres hingga Nyeri Haid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×