kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.123.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.622   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.040   -11,08   -0,14%
  • KOMPAS100 1.118   -5,53   -0,49%
  • LQ45 804   -6,09   -0,75%
  • ISSI 279   0,16   0,06%
  • IDX30 422   -0,76   -0,18%
  • IDXHIDIV20 484   -1,72   -0,35%
  • IDX80 122   -0,75   -0,61%
  • IDXV30 132   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 134   -0,95   -0,70%

Kencang Isu Peleburan Kementerian BUMN dan Danantara, Begini Nasib Emiten Pelat Merah


Senin, 22 September 2025 / 18:45 WIB
Kencang Isu Peleburan Kementerian BUMN dan Danantara, Begini Nasib Emiten Pelat Merah
ILUSTRASI. IHSG Melemah-Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, (22/09/2025).KONTAN/Cheppy A. Muchlis/22/09/2025. Isu peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara berhembus kencang. Hal ini pun direspons pasar yang wait and see terhadap emiten pelat merah.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu upaya peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara berhembus kencang. Hal ini pun direspons pasar yang wait and see terhadap emiten pelat merah.

Asal tahu saja, dalam perombakan kabinet pekan lalu, Erick Thohir digeser dari jabatan Menteri BUMN menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Sementara, Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri BUMN. Dony juga menjabat sebagai COO Danantara. Alhasil, isu upaya peleburan Kementerian BUMN dengan Danantara pun menguat.

Kehadiran Danantara memang memberikan dinamika baru pada kinerja emiten pelat merah. Salah satunya adalah imbauan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk dilakukan berdasarkan persetujuan Danantara.

Baca Juga: Ubah Sampah Jadi Solusi, Role Model Baru Pengelolaan Berbasis Kawasan di Purwakarta

Sejumlah aksi korporasi emiten pelat merah juga harus menunggu lampu hijau dari Danantara. Termasuk salah satunya adalah rencana merger emiten BUMN Karya yang ditargetkan selesai akhir tahun 2025.

Sekretaris Perusahaan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Ngatemin alias Emin bilang, WIKA terus fokus pada upaya menjaga kinerja operasional, melakukan peningkatan tata kelola dan digitalisasi, serta menerapkan inovasi metode kerja untuk mendukung penyelesaian proyek-proyek yang sedang berjalan agar sesuai target yang ditentukan. Sehingga, nantinya bisnis WIKA siap dan relevan dengan kebijakan yang diambil oleh stakeholder utama. 

”Apapun keputusan yang nantinya diambil, kami meyakini tentunya hal ini sudah melalui berbagai aspek kajian, baik aspek birokrasi maupun keberlanjutan operasional,” ujarnya kepada Kontan, Senin (22/9).

Terkait proses integrasi BUMN Karya, WIKA mendukung penuh kebijakan pemerintah terkait konsolidasi ini. Emin bilang, WIKA meyakini langkah konsolidasi emiten konstruksi pelat merah tersebut akan membawa manfaat.

“Baik itu dalam memperkuat peran BUMN Karya untuk mendukung program pemerintah, maupun menjaga keberlangsungan Perseroan sebagai agen utama pembangunan infrastruktur nasional,” katanya. 

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah mengatakan, isu peleburan dan pergeseran kursi strategis di BUMN menimbulkan ketidakpastian tata kelola (governance risk) yang berpotensi menunda proyek, menahan belanja modal, serta mengubah arah strategi bisnis. 

“Kondisi ini membuat investor asing cenderung wait and see akibat meningkatnya risiko politik,” ujarnya kepada Kontan, Senin.

Masih Dijual Asing

Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham XLSmart Telecom (EXCL) Pasca Merger XL Axiata–Smartfren

Kinerja emiten Danantara tampaknya masih belum bagus, dengan dinamika yang variatif di pasar saham.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), IDX BUMN20 tercatat masih menguat 5,38% sejak awal tahun alias year to date (YTD).

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, pergerakan indeks IDX BUMN20 belum menunjukkan reaksi signifikan terhadap kekosongan kursi Menteri BUMN ataupun isu peleburan peran Kementerian BUMN ke Danantara. 

Pasar tampaknya masih wait and see, dan konstituen indeks belum banyak bergerak. “Artinya, untuk saat ini, sentimen terkait dinamika kementerian belum terlalu direspons oleh pelaku pasar secara luas,” ujarnya kepada Kontan, Senin.

Di sisi lain, asing masih mencatatkan net sell cukup besar di emiten pelat merah. Tengok saja, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sudah dijual asing Rp 4,6 triliun dalam sebulan terakhir. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga dilego asing Rp 574,8 miliar dalam sebulan terakhir.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk melambatnya pertumbuhan kredit, kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal pasca reshuffle, serta tren kinerja yang mulai melandai. 

“Asing tampaknya lebih berhati-hati terhadap bank BUMN yang cenderung lebih sensitif terhadap arah kebijakan makro maupun isu politik,” ungkapnya.

Di saat yang bersamaan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) malah diakumulasi asing Rp 2,7 triliun sebulan belakangan. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dibeli asing Rp 1,2 triliun, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dibeli asing Rp 289 miliar, dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dibeli asing Rp 162,1 miliar sebulan terakhir. 

Kata Ekky, sentimen itu didorong oleh penguatan harga komoditas emas untuk ANTM, serta valuasi TLKM yang sudah tergolong murah dan sifatnya yang cukup defensif. 

BBRI juga menarik dicermati, karena setelah sempat banyak dilepas asing di akhir tahun lalu, kini menjadi salah satu saham yang paling banyak diakumulasi kembali. 

“Bisa dikatakan, BBRI sering kali menjadi indikator utama saat aliran dana asing kembali masuk ke pasar,” ungkapnya.

Baca Juga: Smelter Aluminium Berjalan Akhir 2025, Ini Rekomendasi Saham Alamtri Minerals (ADMR)

Hari melihat, per Juni 2025, loan to deposit ratio (LDR) BBRI lebih rendah dibandingkan BMRI dan BBNI. 

LDR BBRI per Juni 2025 sebesar 85,52%, sementara LDR BMRI 90,48% dan BBNI 93,99%. Sehingga ruang ekspansi kredit BBRI masih terbuka, sementara di dua bank lainnya itu cenderung terbatas. 

Namun, implementasi suntikan Rp200 triliun ke sistem perbankan dilihat belum terlihat efeknya pada industri. 

“Sementara, (net buy asing) ANTM didukung tren kenaikan harga emas, sedangkan TLKM mendapat sentimen positif dari rencana IPO anak usaha data center,” ungkapnya.

Prospek dan Rekomendasi

Secara prospek, kata Ekky, emiten-emiten BUMN tetap memiliki potensi pertumbuhan yang menarik. Khususnya, jika stabilitas makro dan arah kebijakan fiskal pasca reshuffle kabinet kembali terjaga. 

“Penurunan suku bunga BI, suntikan likuiditas Rp200 triliun ke perbankan, serta keberlanjutan proyek hilirisasi dan pembangunan infrastruktur akan menjadi katalis utama,” katanya.

Fokus investor kemungkinan akan kembali ke sektor-sektor seperti energi, infrastruktur, dan tambang, yang masih memiliki ruang pertumbuhan cukup baik. 

Sementara itu, sektor perbankan tetap menarik secara fundamental, namun pemulihan sentimen investor terhadap sektor ini mungkin masih akan bertahap.

Ekky melihat, PGEO dan TINS menarik untuk mulai diakumulasi. Untuk PGEO, sahamnya sudah berada di area support dan layak untuk mulai diakumulasi, dengan target harga kembali ke kisaran Rp1.800–2.000 per saham

Sementara, TINS menarik secara teknikal dan valuasi, dengan target harga jangka menengah di level Rp1.400–1.500 per saham. 

“Sektor energi terbarukan, telekomunikasi, serta tambang logam mulia akan tetap menjadi penopang indeks  BUMN20. Sementara sektor bank, untuk jangka pendek, masih akan jadi penyeimbang,” tuturnya.

Menurut Hari, prospek kinerja emiten BUMN dalam indeks BUMN20 diperkirakan tetap menarik selama fundamental terjaga solid dan dividend yield kompetitif. 

Sentimen positif ditopang oleh prospek penguatan harga komoditas terutama emas, nikel, dan gas, pemangkasan suku bunga BI yang mendukung pertumbuhan kredit, tambahan likuiditas Rp200 triliun ke perbankan, serta potensi efisiensi pasca konsolidasi BUMN.

Pada sektor perbankan, Hari merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 4.700 per saham, Rp 6.000 per saham, dan Rp 4.800 per saham. 

Pada sektor komoditas, ANTM direkomendasikan beli dengan target harga Rp3.900 per saham. 

Sementara itu, TLKM dan PGAS juga direkomendasikan beli dengan target harga masing-masing Rp 3.700 per saham dan Rp 1.900 per saham.

Baca Juga: Produksi Timah TINS Mulai Tumbuh Positif, Laba Bersih 2025 Diprediksi Bakal Moncer

Selanjutnya: 6 Manfaat Yoga untuk Wanita, Atasi Stres hingga Nyeri Haid

Menarik Dibaca: 6 Manfaat Yoga untuk Wanita, Atasi Stres hingga Nyeri Haid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×