CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Menghidupkan bisnis dengan listrik


Senin, 21 Januari 2013 / 14:18 WIB
Menghidupkan bisnis dengan listrik
ILUSTRASI. RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang sedang dibahas DPR dianggap memberatkan usaha mikro kecil.


Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Permintaan listrik masyarakat yang meningkat tak hanya menjadi berkah bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sejumlah emiten yang memiliki pembangkit listrik sendiri ikut menikmati untung dari lonjakan kebutuhan listrik.

Rasio pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia yang masih rendah sangat menguntungkan para emiten tersebut. Apalagi, listrik yang dihasilkan PLN tidak mampu memenuhi permintaan masyarakat. Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri bilang, kapasitas listrik milik PLN tidak sampai mencapai 60% dari permintaan.

Sementara, jumlah pelanggan listrik terus meningkat seiring dengan pembangunan yang makin luas di daerah. Praktis, PLN harus membeli listrik dari pembangkit milik swasta. "Ini membuat peluang bagi perusahaan swasta yang menjual listrik kepada PLN cukup besar," ujar Kiswoyo.

Ada beberapa emiten yang menjual listrik ke PLN. Di antaranya, perusahaan pertambangan batubara dan perusahaan konstruksi. Produsen batubara yang juga menjual listrik, misalnya, PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Indika Energy (INDY).

Sedangkan, emiten konstruksi yang menjual listrik ke PLN antara lain PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA).

Emiten batubara cukup diuntungkan dengan bisnis setrum ini karena bisa menciptakan pasar baru. Selama ini, emiten yang punya pasar domestik seperti ADRO dan PTBA kesulitan memperbesar permintaan. "Ini karena kapasitas pembangkit PLN yang kecil dan tidak bertambah secara signifikan," tutur Kiswoyo. Oleh karena itu, produsen batubara yang sekaligus memiliki pembangkit listrik bisa sekaligus melakukan diversifikasi pemasukan.

Analis OSK Nusadana Securities, Teddy Dwitama, menyebut, bisnis ini memang cukup menarik, terutama bagi emiten batubara. Penjualan listrik bisa menjadi alternatif pendapatan di kala harga batubara menurun. Emiten batubara yang memiliki pembangkit listrik juga lebih mudah memanfaatkan produksi batubara mereka. Terlebih, ketika permintaan batubara untuk pasar ekspor menurun.

Teddy bilang, PTBA adalah salah satu perusahaan yang agresif menjajal peluang ini. PTBA memiliki tiga pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Perusahaan plat merah ini kemudian meraih pasokan batubara sebesar 15,9 juta ton per tahun dari tiga PLTU yang merupakan hasil usaha patungan. Ini tentu membuat PTBA mempunyai kepastian pangsa pasar untuk jangka panjang. Teddy menyebut, PTBA mendapat kontrak penjualan batubara dalam 25 tahun ke depan dan pemasukan penjualan listrik selama 35 tahun.

Meski demikian, penjualan listrik memang tidak bisa menggantikan hasil dari menjual batubara. Teddy menghitung, penjualan PTBA dari listrik masih sangat kecil. "Saya belum menghitung deta- il nilai penjualan dari ketiga PLTU tersebut," ujar dia.

Margin kecil

Selain itu, kata Kiswoyo, menjual listrik tidak menghasilkan untung besar. "Marginnya kecil," ujar dia. Pasalnya, harga jual listrik sudah ada patokan dari negara.

Lain dengan kondisi di luar negeri yang harganya mengikuti pasar. Apalagi biaya investasi pembangunan PLTU relatif mahal, sehingga potensi balik modal lebih lama. "Tapi, perusahaan bisa memperbarui kontrak penjualan listrik tiap tahun," tutur dia.

Nah, bagi perusahaan konstruksi, pendapatan berjualan listrik bisa masuk sebagai pendapatan berulang (recurring income). "Perusahaan mendapat pemasukan sampingan selain mengerjakan konstruksi pembangkit itu sendiri," jelas Kiswoyo.

Analis Bahana Securities, Anthony Alexander melihat, pendapatan dari listrik untuk perusahaan konstruksi memang masih kecil. WIKA, misalnya, sudah mempunyai lima pembangkit listrik, namun kapasitasnya masih sangat kecil.

Anthony menghitung, penjualan listrik perusahaan paling besar berkontribusi 1% dari total pendapatan emiten konstruksi ini. Sedangkan, pengerjaan proyek menyumbang 35% pendapatan perusahaan di 2014.

Lain ceritanya dengan KIJA. Prospeknya makin menarik karena tidak menggantungkan kebutuhan listrik kawasan industri mereka pada PLN. Apalagi, kapasitas listrik KIJA cukup besar sehingga bisa menjual sisa setrum ke PLN.

Emiten lain yang mendapatkan pemasukan dari penjualan listrik kepada PLN adalah PT Sumalindo Lestari Jaya (SULI). Menurut Anthony,
PT Kalimantan Powerindo, anak usaha SULI yang berjualan listrik malah menyumbang hampir separuh pendapatan Sumalindo Lestari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×