Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Ada berkah di balik musibah. Ini juga berlaku saat kurs rupiah rontok di hadapan dollar Amerika Serikat. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menilai, ada empat perusahaan yang bisa meraup untung dengan melemahnya rupiah. Sedang 10 perusahaan lainnya bakal rugi dengan kondisi itu.
Dua dari empat perusahaan yang untung tersebut adalah emiten di bursa saham Indonesia, yakni PT Indika Energy Tbk (INDY) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Sedangkan perusahaan yang mendapatkan tekanan terbesar antara lain PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Penilaian ini berdasarkan simulasi penurunan nilai tukar rupiah. Fitch membuat simulasi dengan skenario penurunan sebesar 15% dan 30%.
Direktur Keuangan TBIG Helmi Yusman Santoso mengatakan, saat ini perseroan memang tidak terlalu terpengaruh pelemahan nilai tukar rupiah. Maklum, TBIG sudah mengamankan seluruh utang dollar AS dengan hedging. Sementara anggaran belanja modal (capex) emiten ini menggunakan mata uang rupiah.
Di samping itu, TBIG memperoleh sebagian pendapatan dalam dollar AS. "Kami memperoleh pendapatan sewa menara dalam dollar AS dari Indosat. Ini sesuai perjanjian yang telah disepakati pada 2012," imbuh Helmi.
Perjanjian TBIG dengan Indosat berlaku hingga 2022 mendatang. Dengan demikian, peraturan pemerintah yang mengharuskan transaksi dalam negeri menggunakan rupiah tidak berlaku bagi perjanjian tersebut.
Analis First Asia Capital, David Nathanael Sutyanto mengemukakan emiten dengan utang berdenominasi dollar AS dalam jumlah besar akan menderita kerugian kurs, apabila rupiah semakin melemah. "Kerugian bisa ditahan jika emiten memperoleh pendapatan dalam bentuk dollar AS," ujar dia.
Porsi impor
Emiten dengan porsi impor tinggi juga berpotensi tertekan dengan pelemahan rupiah. Maka itu, David tak heran jika JPFA terkena dampak paling besar. Pasalnya, bahan baku pakan ternak sebagian besar didatangkan dari luar negeri.
Sektor otomotif juga termasuk sektor yang terkena dampak pelemahan rupiah. Maklum saja, banyak komponen otomotif yang berasal dari impor.
Sementara sektor yang mendapatkan sentimen positif dengan pelemahan rupiah adalah sektor pertambangan dan perkebunan. Hal ini lantaran hasil komoditas banyak diekspor keluar negeri dan tentu transaksinya menggunakan dollar AS.
Meski diuntungkan dengan pelemahan rupiah, sektor komoditas tengah tertekan dengan penurunan harga komoditas, seperti batubara dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner Investa Saran Mandiri, mengatakan, kondisi sektor pertambangan dan CPO saat ini cenderung seimbang, sehingga keuntungan pelemahan nilai tukar rupiah tak terlalu terasa. "Sementara LPKR turut tertekan dengan pelemahan rupiah lantaran utang dalam dollar AS yang cukup besar," imbuh dia.
David mengatakan, secara keseluruhan sektor di pasar modal sedang mengalami tekanan. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah mencapai titik support. Apalagi, sentimen dari China semakin menekan IHSG. Oleh karena itu, David menyarankan investor menunggu kondisi IHSG kembali stabil.
Menurut Kiswoyo, laju IHSG ke depan tergantung proyek infrastruktur pemerintah. Jika percepatan pembangunan terealisasi, maka bisnis emiten di bursa saham Indonesia pun akan terangkat, dimulai dari sektor infrastruktur, semen, properti, perbankan hingga konsumer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News