Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli
Di lain sisi, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang memiliki kapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun per Maret 2020, hanya menorehkan pendapatan Rp 871 miliar dengan nilai ekuitas sebesar Rp 1,2 triliun. Selain itu, aset DCII juga hanya sebesar Rp 2,9 triliun dan laba sebesar Rp 261 miliar.
"Bila dibandingkan dengan kapitalisasi pasarnya Rp 100 triliun, terpaut nilai yang sangat besar, kondisi seperti ini yang menurut saya menjadi peluang terjadinya penurunan kapitalisasi pasar," tambah Alfred.
Jadi, ia menjelaskan, emiten yang berpotensi mengalami penurunan kapitalisasi adalah emiten yang memiliki multiple valuation yang sangat tinggi, dimana price earning ratio (PER) atau price to book value (PBV) yang mencapai ratusan kali.
Secara umum, Alfred melihat prospek saham big cap masih tumbuh cukup tinggi di tahun ini, seperti sektor komoditas, teknologi, telekomunikasi, kesehatan, dan perbankan.
Baca Juga: Reksadana Pasar Uang Jadi Satu-satunya Reksadana Berkinerja Positif pada Pekan Lalu
Sementara itu, sektor yang pertumbuhannya tidak terlalu besar karena faktor kondisi global dan pandemi ada sektor transportasi darat, pariwisata, restoran, dan manufaktur.
Lebih lanjut Alfred bilang, saham big cap sektor perbankan seperti BBRI, BBNI, BMRI menarik untuk dicermati. Kemudian ada sektor telekomunikasi seperti TLKM, sektor terkait komoditas seperti ADRO dan UNTR juga bisa dilirik. Selain itu, saham-saham yang valuasinya masih relatif murah juga bisa jadi pilihan.
Ia merekomendasikan hold saham BBRI dengan take profit di harga Rp 5.125 per saham, kemudian buy BBNI dengan TP di Rp 9.950, dan buy BMRI dengan TP Rp 9.400. Sementara untuk saham TLKM Alfred memberikan rekomendasi hold dengan TP Rp 5.080. Selanjutnya buy ADRO dengan TP Rp 4.000, dan buy UNTR dengan TP di Rp 36.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News