kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Menanti penyelesaian kasus pasar modal


Senin, 20 Juni 2016 / 07:00 WIB
 Menanti penyelesaian kasus pasar modal


Reporter: Dityasa H Forddanta, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Otoritas pasar modal memiliki pekerjaan rumah baru. Belum genap enam bulan tahun ini, sejumlah kasus yang mencemari nama pasar modal lokal marak terjadi. Yang terbaru adalah kasus dugaan penggelapan dana oleh E.P. Larasati.

Apesnya, PT Reliance Securities Tbk (RELI) ikut terseret. Secara singkat, kronologis kasus ini berawal ketika Larasati menjual produk investasi berbasis obligasi FR0035. Selama berjualan, Larasati menggunakan identitas sebagai pegawai RELI.

Di sisi lain, manajemen RELI mengungkapkan bahwa Larasati sudah bukan pegawai RELI lagi jauh sebelum kasus ini mencuat. Meski sudah bukan pegawai, Larasati tetap menggunakan sejumlah identitas RELI, bahkan pertemuan dengan beberapa agen yang ia naungi sempat dilakukan di kantor RELI.

Tidak sedikit, baik agen maupun nasabah langsung yang tertipu. Mereka sudah terlanjur membeli produk yang ditransfer ke rekening PT Magnus Capital. Sejak saat itu, duit nasabah langsung hilang.

Berdasarkan catatan KONTAN, duit nasabah yang digelapkan mencapai lebih Rp 150 miliar. Lalu, ada kasus transaksi semu saham PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Ini sebenarnya isu lama, sejak menjelang penutupan akhir tahun lalu.

Tapi belakangan muncul update terbaru. Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan pasar modal, penelusuran yang dilakukan otoritas sudah mengerucut pada nama yang akan dijadikan tersangka. Tuntutannya adalah, tindak pidana pasar modal.

Sebenarnya, otoritas pasar modal, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terus berupaya meminimalisir kejahatan seperti ini. Misalnya dalam, kasus SIAP. Otoritas bursa mengaudit rutin para Anggota Bursa (AB). Nah, kasus SIAP justru muncul karena audit itu.

"Kasus SIAP justru merupakan output atas pengawasan yang kami lakukan," ujar Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini akhir pekan lalu.

Tapi, tindak lanjut berikutnya ada di tangan OJK. Tergantung siapa yang menjadi tersangka pidana pasar modal. Kalau ternyata oknum, oknum itu yang bisa dipenjara. "Tapi kalau perusahaan terlibat, OJK punya kuasa untuk mencabut izinnya," tambahnya.

Hal yang dilakukan bursa memang patut diapresiasi. Tapi, banyak celah dalam sistem dan peraturan yang masih bisa dimanfaatkan oleh oknum. Contohnya apa yang terjadi pada kasus RELI.

Hamdi bilang, kasus ini mirip dengan kasus investasi bodong yang marak terjadi. Tapi pada dasarnya, apa yang dijual Larasati bukanlah produk pasar modal. Transaksinya dilakukan di luar bursa. Apalagi pelakunya ini adalah tenaga marketing.

"Marketing itu satu kakinya berdiri di nasabah, kaki yang satunya lagi di perusahaan. Jadi, bisa saja dia mengorbankan perusahaan atau juga sebaliknya," jelas Hamdi.

Bukan berarti hal ini bisa bebas dibiarkan terjadi. "Kami meminta, AB (anggota bursa) harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan pegawainya. AB harus lebih ketat lagi mengawasi pegawainya, khususnya marketing," tutur Hamdi.

Untuk kasus ini, tangan BEI tidak sepanjang tangan OJK. Kekuatan BEI pun tidak sekuat OJK. Jadi, peran OJK sangat dibutuhkan. Ini sekaligus bisa menjadi ajang pembuktian OJK menunjukkan kinerja sejak penggabungan BI dan Bapepam-LK.

Andre Rahadian, Praktisi Hukum dan Partner di Hanafiah Ponggawa & Partners, mengatakan, kasus ini akan sangat berkaitan dengan aliran dana. "Akan sangat bergantung, apakah subjek pelakunya adalah perusahaan institusi yang diatur oleh lembaga pasar modal dan OJK atau hanya perseorangan," ujarnya kepada KONTAN.

Tindak pidana umum biasanya dipakai perusahaan untuk menghindari tanggung jawab. Lain halnya jika ini masuk dalam tindak pidana pasar modal. "Sesuai ketentuan, perusahaan yang bersangkutan harus tanggung jawab terhadap dana nasabah yang hilang. Banyak juga kasus pidana pasar modal yang akhirnya menjatuhkan denda ke perusahaan," terang Andre.

Indra Safitri, Pengamat Hukum Pasar Modal, mengatakan, jika kasus masuk dalam tindak pidana umum, uang nasabah sulit kembali. "Karena belum tentu tersangka bisa mengembalikan," ujarnya.

Jika ada bukti Larasati bukan pegawai perusahaan efek yang bersangkutan, kasus ini bisa mengarah ke penipuan biasa. "Biasanya hampir semua pihak akan cuci tangan dan menghindar. Jadi masing-masing pihak harus bisa membuktikan di depan proses hukum," ujarnya.

OJK berwenang memastikan muara dana nasabah. Pada akhirnya, proses penegakkan hukum menjadi harapan satu-satunya kesempatan nasabah memperoleh uang mereka kembali. Menurut Indra, nama baik pasar modal juga menjadi taruhan. Jangan sampai, investor ragu berinvestasi di pasar modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×