kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%

Menakar Prospek Kinerja Emiten CPO di Tengah Penertiban Lahan Sawit


Selasa, 29 April 2025 / 17:03 WIB
Menakar Prospek Kinerja Emiten CPO di Tengah Penertiban Lahan Sawit
ILUSTRASI. KONTAN/Muradi/2016/07/21. Kinerja emiten CPO dinilai bakal terdampak negatif dari aktivitas penertiban kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten CPO dinilai bakal terdampak negatif dari aktivitas penertiban kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah.

Diketahui, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) saat ini telah melakukan pendataan dan penertiban terhadap lahan perkebunan sawit yang tertanam di kawasan hutan.

Kementerian Perhutanan (Kemenhut) juga telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut Perpres No 5 tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Menurut SK Menhut tersebut, ada 436 perusahaan perkebunan sawit yang memiliki kebun sawit tanpa izin di dalam kawasan hutan.

Jika ditotal, dalam SK tersebut tertera ada 317.253 hektare (ha) lahan yang ditolak permohonan penyelesaiannya. Sedangkan sejumlah 790.474 ha lahan masih diproses penyelesaian perizinannya.

Baca Juga: UNTR Percepat Diversifikasi Bisnis Non-Batubara, Simak Rekomendasi Analis

Nama pemain sawit besar di Indonesia pun terdaftar dalam list itu. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) misalnya. Melansir SK tersebut, ada beberapa anak usaha AALI yang tercatat punya permohonan terkait lahan produksinya. PT Ekadura Indonesia yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 232 hektare, dengan total 101 hektare berproses dan 131 hektare ditolak.

PT Sari Lembah Subur yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 202 hektare, dengan total 183 hektare berproses dan 19 hektare ditolak. PT Sawit Asahan Indah yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk lahan seluas 362 hektare, dengan total 358 hektare berproses dan 4 hektare ditolak.

PT Surya Indah Nusantara Pagi yang beroperasi di Kalimantan Tengah punya permohonan untuk lahan seluas 1.855 hektare, dengan total 1.742 hektare berproses dan 113 ditolak. Lalu, PT Tunggal Perkasa Plantation yang beroperasi di Riau punya permohonan untuk 1.280 hektare, dengan 706 hektare berproses dan 574 ditolak.

Lalu, ada sekitar 10 anak usaha PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) di daftar tersebut. Paling besar ada PT Hijau Pertiwi Indah Plantation yang punya permohonan untuk 8.972 hektar, dengan 7.566 hektar berproses dan 1.406 hektar ditolak.

Selain kedua emiten itu, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT), PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), PT Citra Borneo Utama Tbk (CBUT), PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR), dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) juga ada dalam daftar di SK Menhut tersebut.

KONTAN sudah menghubungi AALI, SGRO, TAPG, DSNG, SIMP, dan ANJT terkait isu ini. Namun, semua emiten tersebut belum mau memberikan keterangan terkait aktivitas Satgas PKH yang berdampak ke lahan mereka.

Sementara, PT Teladan Prima Agro Tbk (TLDN) mengaku sejak awal cukup berhati-hati dalam hal akuisisi lahan. Asal tahu saja, TLDN tidak ada di dalam list perusahaan pada lampiran SK Kemenhut itu.

“Ini kami antisipasi dari awal, sehingga sejauh ini kami mudah-mudahan tidak ada isu tersebut,” ujar Direktur TLDN Yayan Handian Ginanjar dalam Paparan Publik, Kamis (24/4).

Sekretaris Perusahaan & Legal Teladan Prima Agro, Arya Wibisana menambahkan, aktivitas Satgas PKH akan berdampak ke produksi CPO secara nasional. Sebab, adanya kasus hukum terkait lahan perkebunan akan memengaruhi produktivitas dari lahan tersebut.

“Berdasarkan proyeksi dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga kemungkinan produksi CPO maupun produk turunannya akan turun di tahun 2025,” katanya dalam kesempatanya yang sama.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham dan Prospek Kinerja Pertamina Geothermal (PGEO)

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila mengatakan, aktivitas Satgas PKH itu menimbulkan kekhawatiran akan penurunan produksi CPO dan produk turunannya, serta bisa menimbulkan disrupsi rantai pasok CPO.

“Harus ada strategi dari emiten untuk efisiensi operasional agar margin terjaga,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (29/4).

Secara umum, harga CPO pada tahun 2025 akan dibayangi oleh permintaan dari China dan India. Sementara, kebijakan secara domestik dan juga pemantauan cuaca juga akan memengaruhi produksi CPO di dalam negeri.

Kinerja keuangan emiten CPO sebenarnya masih baik lantaran masih mencetak laba di tahun 2024. Sehingga, secara fundamental masih kuat dan memang sudah mencerminkan kestabilan masing-masing emiten. 

“Namun, investor masih perlu wait and see dan memantau terus kondisi makroekonomi yang bisa mempengaruhi emiten,” katanya.

Indy pun menyarankan investor memerhatikan TAPG dan LSIP dengan target harga masing-masing Rp 1.025 per saham dan Rp 1.300 per saham.

Direktur Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe melihat, kinerja produksi para emiten CPO di tahun 2025 memang kemungkinan akan terganggu. Selain itu, biaya para emiten bisa membengkak lantaran bisa dikenakan pajak atau denda untuk lahan yang masuk ke list di SK Menhut.

“Padahal, tata ruang itu mudah untuk diubah-ubah. Terkadang, bisa berbeda antara di pemerintah pusat dan di kabupaten/kota,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (29/4). 

Namun, sejumlah emiten sawit yang sudah lumayan besar kemungkinan bisa mengatasi isu tersebut tanpa harus mengganggu kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan.

“Meskipun begitu, seberapa besar dampaknya ke kinerja emiten terkait perlu menunggu kejelasan lebih lanjut,” ungkapnya.

Di sisi lain, selama harga CPO global tetap tinggi di tahun 2025, kinerja para emiten masih akan aman. Terutama, jika harga berhasil bertahan di MYR 4.000 per ton. Sebab, biaya operasional biasanya hanya butuh sekitar MYR 1.200 per ton, sehingga margin masih tinggi.

“Biaya operasional mulai dari harga pupuk dan sebagainya itu paling efisien MYR 1.200 per ton dan paling boros MYR 2.000 per ton,” tuturnya.

TAPG dan DSNG dilihat bakal yang menjadi jawara pada tahun ini lantaran tanaman mereka sedang ada di masa produktif, yaitu sekitar 15 tahun.

Kiswoyo pun merekomendasikan beli untuk AALI, LSIP, TAPG, dan DSNG dengan target harga masing-masing Rp 6.500 per saham, Rp 1.800 per saham, Rp 1.000 per saham, dan Rp 1.000 per saham.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo melihat, list di SK Kemenhut itu akan berdampak pada penurunan produksi CPO. Di sisi lain, hal itu juga bisa meningkatkan biaya operasional, mengingat adanya perubahan regulasi bisa mengakibatkan terkenanya sanksi atau denda.

“Harus ada kejelasan regulasi yang tepat dalam penertiban ini dan jangan sampe ajang penertiban ini juga dijadikan kesempatan yang tidak baik,” ujarnya kepada Kontan.

Di sisi lain, adanya pengurangan supply bisa berpotensi menaikan ASP. Saat ini permintaan domestik juga sedang meningkat didorong program B40 dari pemerintah. 

“Hal ini masih bisa meningkatkan performa dari emiten sawit, yang mana selama tahun 2024 pun mencatatkan kinerja yang baik,” paparnya

Azis pun merekomendasikan beli untuk SSMS dengan target harga Rp 2.400 per saham dan trading buy untuk AALI dengan target harga di Rp 6.200 - Rp 6.300 per saham.

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga melihat, selain dari aktivitas Satgas PKH, ada beberapa sentimen lain yang memengaruhi kinerja emiten CPO ke depan.

Misalnya, permintaan domestik terhadap CPO (crude palm oil) akan tetap kuat, seiring dengan perluasan mandatori biodiesel ke level B40. Hal ini akan memberikan prospek tambahan terhadap peningkatan konsumsi dalam negeri. 

“Dengan basis konsumsi yang terjaga ini, stabilitas harga dan volume penjualan di pasar domestik diharapkan tetap solid, yang pada akhirnya akan mendukung kinerja emiten CPO,” katanya kepada Kontan.

Memasuki semester II 2025, potensi terjadinya fenomena La Niña dapat memberikan dampak positif terhadap produktivitas kelapa sawit. Berbeda dengan El Niño yang cenderung menekan hasil produksi akibat kekeringan, La Niña biasanya membawa curah hujan yang lebih tinggi dan merata, sehingga mendukung fase pembentukan buah sawit. 

“Jika kondisi ini terwujud, pemulihan produksi di paruh kedua tahun ini dapat terjadi lebih cepat,” katanya.

Dari sisi harga jual rata-rata (ASP), terdapat potensi kenaikan moderat apabila produksi kembali terganggu akibat cuaca ekstrem. 

Namun, ruang apresiasi harga diperkirakan akan terbatas jika permintaan global, khususnya dari negara tujuan ekspor utama seperti India dan China, tidak menunjukkan penguatan yang signifikan.

Aditya pun merekomendasikan beli untuk SSMS dengan target harga Rp 2.375 per saham.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Menguat Terbatas, Cermati Rekomendasi Saham untuk Selasa (29/4)

Selanjutnya: Panduan Beli Kalung Emas Tahun 2025 dan Tips Memilih yang Tepat

Menarik Dibaca: Panduan Beli Kalung Emas Tahun 2025 dan Tips Memilih yang Tepat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×