kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar prospek emiten tambang emas di tengah ancaman corona


Jumat, 13 Maret 2020 / 19:38 WIB
Menakar prospek emiten tambang emas di tengah ancaman corona
ILUSTRASI. Pemilik toko emas menunjukkan emas batangan yang dijual di sentra toko emas Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/3/2020).


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mewabahnya virus corona (Covid-19) sempat membuat harga komoditas emas melejit. Bahkan pada Selasa (10/3), harga emas di pasar spot sempat menyentuh level US$1.700 per troy ons, menjadikannya level harga emas tertinggi sejak 2012.

Pun begitu dengan harga emas logam mulia acuan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang sempat melonjak ke level tertingginya di Rp 802.000 per gram pada Senin (9/3).

Terdapat beberapa emiten yang memiliki tambang emas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), di antaranya PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT United Tractors Tbk (UNTR) yang saat ini mengoperasikan tambang emas Martabe di Sumatra Utara.

Tidak ketinggalan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebagai emiten yang memproduksi emas logam mulia Antam.

Baca Juga: Seberapa efektif paket stimulus ekonomi? Begini penjelasan ekonom

Lantas, bagaimana prospek dari keempat emiten produsen emas ini di tengah tekanan virus Covid19?

Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu menilai, dari keempat emiten tersebut PSAB dan MDKA dinilai paling terdampak terhadap kenaikan harga emas.

“Sebagai emiten tambang emas, tentunya akan berdampak positif ketika harga emas naik,” ujar Dessy kepada Kontan.co.id.

Terbaru, kedua emiten ini sepakat membentuk usaha patungan (joint venture) dan bersinergi untuk menggarap tambang emas Pani di Gorontalo.

Pembentukan usaha patungan tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menggabungkan proyek-proyek IUP Pani dengan Blok Pani menjadi satu proyek. Hal ini membuat cadangan keseluruhan akan secara material cenderung menjadi lebih besar daripada apabila proyek-proyek tersebut dikembangkan secara terpisah.

Lebih lanjut, dari sisi trading, pergerakan saham PSAB dan MDKA juga lebih sensitive terhadap pergerakan harga emas.

Hingga kini MDKA belum merilis kinerja untuk akhir periode 2019. Namun, menurut konsensus Dessy, tahun lalu pendapatan MDKA diproyeksi mencapai US$ 355 juta dengan laba bersih US$ 67 juta.

Baca Juga: Sah, Liga Premier Inggris ditunda hingga 3 April

Sedangkan untuk tahun ini pendapatan MDKA diperkirakan mencapai US$ 526 juta dengan laba bersih US$ 117 juta.

Di sisi lain, Dessy menilai ANTM justru lebih sensitif terhadap pergerakan harga nikel dibandingkan emas.

Sementara kinerja UNTR dinilai masih sangat bergantung pada anak usaha yang bergerak di bidang tambang batubara yakni PT Pamapersada Nusantara (PAMA) dan penjualan alat berat Komatsu.

“Revenue UNTR masih didominasi oleh pendapatan PAMA dan Alat berat Komatsu sehingga unsur batubara lebih dominan dibandingkan efek dari penjualan emas,” sambung dia.

Pun begitu dengan Analis NH Korindo Meilki Darmawan yang menilai eksposur batubara terhadap kinerja UNTR masih tinggi.

“Industri batubara masih melemah pada 2020 dan 85,9% pendapatan UNTR memiliki eksposur pada batu bara. Maka kami mengestimasi pendapatan pada 2020 sebesar Rp82,2 triliun (-9,6% dari estimasi sebelumnya),” tulis Meilki dalam riset, Kamis (12/3).

Melansir laporan kinerja UNTR, entitas Grup Astra ini membukukan pendapatan bersih senilai Rp 84,43 triliun atau turun 0,22% dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun lalu yakni Rp 84,62 triliun.

Baca Juga: Gelar Liverpool tertunda gara-gara Liga Primer ditunda hingga 3 April

Sepanjang 2019, unit bisnis tambang emas yang dijalankan oleh PT Agincourt Resources dari tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, berhasil menjual sebanyak 410.000 ons emas.

Adapun pendapatan bersih unit usaha pertambangan emas sampai dengan bulan Desember 2019 sebesar Rp7,9 triliun atau hanya sekitar 9,3% dari pendapatan konsolidasian.

Senada, Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai kenaikan harga emas yang terjadi seharusnya bisa menguntungkan emiten emas. Sebab, ketika keadaan ekonomi sedang terguncang atau melemah, emas biasanya akan dijadikan pilihan alternatif investasi.

Namun saat ini, harga emas sedang dalam fase koreksi dikarenakan pasar melakukan aksi profit taking. “Jadi, untuk saat ini tetap hati-hati meskipun emas bisa menjadi pilihan,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Jumat (13/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×