Reporter: Kenia Intan | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan bisnis tahun 2022 semakin berat. Selain masih dibayang-bayangi pandemi, biaya energi mulai dari listrik hingga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berpotensi naik.
Mengutip catatan Kontan.co.id sebelumnya, PT Pertamina bakal menyesuaikan harga LPG nonsubsidi menyusul peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) LPG yang terus meningkat sepanjang tahun 2021.
Selain itu, dalam upaya mendorong penyediaan BBM ramah lingkungan, pemerintah berencana menghapuskan BBM jenis Premium dan terus mendorong penggunaan BBM yang lebih tinggi RON-nya ke depan.
Sementara dari kelistrikan, pemerintah berencana melakukan penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non-subsidi yang tarifnya telah ditahan sejak 2017 lalu.
Baca Juga: Harga Fluktuatif, Transaksi Kontrak Minyak Tumbuh Signifikan
Dengan catatan, penyesuaian ini direncanakan baru akan dilakukan di semester II 2022 dengan mempertimbangkan dampak dari pandemi Covid-19.
Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mencermati, kenaikan biaya energi itu berpeluang berdampak tidak langsung terhadap bisnis berbagai emiten.
"Skenario terburuknya, apabila kenaikan biaya energi itu sampai menurunkan daya beli masyarakat, akan lebih banyak sektor terdampak," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Rabu (29/12).
Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova menambahkan, khusus untuk peralihan dari Premium ke BBM RON 90 ke atas , hal tersebut bisa berpengaruh pada emiten barang konsumsi dan transportasi. Sebab biaya pengangkutan perusahaan berpotensi terdampak.
Baca Juga: IHSG Kembali Rebound, Asing Borong Saham-Saham Ini, Rabu (29/12)
Walau begitu Anggaraksa berpendapat, peralihan BBM itu tidak akan berdampak signifikan. Mengingat peralihan tidak akan dilakukan secara mendadak, sehingga emiten memiliki cukup waktu untuk bersiap.
Selain itu, apabila ada peningkatan harga dalam proses peralihan itu, emiten memiliki opsi untuk membebankan kenaikan kepada konsumen ataupun menerapkan strategi lindung nilai.
Terhadap pergerakan harga saham, sentimen kenaikan biaya energi juga tidak berpengaruh signifikan. Untuk saat ini, sentimen tersebut belum tercermin dalam pergerakan harga saham. Sepengamatan Anggaraksa, pelaku pasar lebih mencermati sentimen lain seperti window dressing, tapering The Fed, serta varian baru Omicron.
Sementara itu, emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tidak memungkiri, kenaikan biaya energi dapat berpengaruh terhadap bisnis perusahaan apabila benar terjadi.
"Dampaknya bisa dua aspek yaitu kenaikan biaya produksi dan penurunan daya beli konsumen," jelas Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius kepada Konta.co.id, Rabu (29/12).
Walau naiknya biaya energi berpotensi mengerek biaya produksi, KLBF sejauh ini masih berkomitmen tidak akan menaikkan harga jual dan lebih melakukan efisiensi internal. Salah satunya, menemukan solusi untuk meningkatkan efisiensi pada biaya produksi dan biaya operasional lainnya.
Baca Juga: Apa Dampak BBM Beroktan Tinggi pada Kendaraan Lawas?
Berbeda, emiten logistik PT Putra Rajawali Kencana Tbk justru mendapat angin segar dengan adanya kenaikan biaya energi. Emiten berkode PURA itu mengaku, muncul potensi usaha baru yang karena ada kenaikan biaya energi.
Direktur Utama PT Putra Rajawali Kencana Tbk Ariel Wibisono menjelaskan, saat ini industri-indutri cenderung beralih menggunakan gas, LNG maupun CNG, sebagai bahan bakar produksinya. Tidak lagi menggunakan listrik dan batubara.
"Kami bahkan mendapatkan lima kontrak baru untuk mengangkut bahan bakar produksi mereka pengganti listrik dan batubara. Mereka menggunakan CNG," ungkap Ariel kepada Kontan.co.id, Rabu (29/12).
Ia menjelaskan, PURA menyediakan jasa pengangkutan untuk CNG yang berbentuk seperti tabung besar semacam kontainer itu.
Peluang tersebut menjadi katalis positif tambahan bagi perusahaan. Apalagi secara operasional PURA menggunakan solar sehingga tidak terpengaruh dengan kenaikan biaya energi.
Di sisi lain, mayoritas bisnis klien yang dilayani PURA juga tidak terpengaruh kenaikan biaya energi. Asal tahu saja, PURA lebih fokus pada pengiriman barang mentah atau bahan baku yang bersifat pasti, seperti pupuk hingga hasil perkebunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News