Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volatilitas di pasar obligasi dalam negeri dinilai tetap tinggi. Dampak penundaan kebijakan tarif Donald Trump terhadap Meksiko dan Kanada dipandang minim.
Fixed Income Analyst Pefindo, Ahmad Nasrudin menilai dampak penundaan kebijakan tarif Trump masih akan minim. Penundaan selama sebulan diperkirakan tidak akan mempengaruhi persepsi investor di pasar keuangan global, lantaran setelah sebulan, tarif mungkin masih bisa berlaku.
"Justru, penundaan tersebut bisa meningkatkan sikap risk-off dan spekulasi di pasar keuangan global," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (4/2).
Dari dalam negeri, Pefindo melihat pergerakan yield obligasi masih cenderung naik, terutama untuk surat utang pemerintah bertenor 10 tahun mengikuti pasar Amerika Serikat (AS).
Sebagai informasi, yield 2 tahun AS naik menjadi 4,259% per 3 Februari 2025 dari 4,1949% di 28 Januari 2025 atau seminggu sebelumnya. Sementara itu, yield 10 tahunnya naik dari 4,532% menjadi 4,555% pada periode yang sama.
Baca Juga: Perempuan Pilar Investor SBN Ritel
Di dalam negeri, yield cenderung sideways karena telah terkoreksi dalam beberapa minggu sebelumnya. Koreksi tersebut mengakibatkan harga terdiskon cukup dalam dan menjadi kesempatan investor untuk membeli dan mendapatkan yield tinggi.
Yield obligasi 2 tahun Indonesia bergerak dari 6,849% menjadi 6,862% untuk periode yang sama. Sementara itu, yield 10 tahun bergerai dari 7,051% menjadi 7,062%.
Selama 28 Januari-3 Februari 2025 asing membukukan beli bersih sebesar Rp 4,47 triliun. "Meskipun demikian, dampaknya ke pasar tidak terlalu besar karena faktor kenaikan yield AS lebih dominan dalam mempengaruhi pricing di pekan ini," terang Ahmad.
Dalam kondisi saat ini, Ahmad berpandangan investor umumnya akan cenderung untuk mengurangi eksposur ke aset berisiko. Ketidakpastian yang tinggi akibat sentimen eksternal membuat investor lebih risk averse.
Meski risiko geopolitik sedikit mereda, namun ekses dari kebijakan tarif Trump menciptakan ketidakpastian di pasar. Sebagai hasilnya, Pefindo melihat aktivitas spekulatif akan cenderung meningkat dalam jangka pendek ini.
"Investor, terutama asing, akan memanfaatkan situasi ini untuk keluar dan masuk dari pasar domestik dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas spekulasi mereka," kata Ahmad.
Kondisi saat aktivitas spekulasi tinggi biasanya akan mendorong investor untuk memburu tenor yang lebih pendek, selain memilih aset yang lebih aman, seperti obligasi pemerintah dan SRBI. Tenor pendek kurang rentan terhadap perubahan harga dibandingkan dengan yang lebih panjang.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Terbitkan 8 SBN Ritel di 2025, Ini Daftarnya!
Obligasi pemerintah atau korporasi?
Ahmad menyebutkan dengan kondisi ini maka prospek pasar obligasi akan cukup berbeda antara pasar obligasi pemerintah dengan pasar obligasi korporasi. Pasar obligasi pemerintah akan menjadi pilihan di tengah ketidakpastian saat ini.
Menurutnya, investor akan memburu obligasi pemerintah karena relatif lebih aman jika dibandingkan instrumen lainnya. Selain karakteristiknya yang lebih aman, faktor positif datang dari kebijakan penghematan anggaran pemerintah.
Ahmad menilai jika berjalan efektif maka akan mengurangi tekanan ke pasar obligasi pemerintah. Sebab, penghematan anggaran berarti akan mengurangi kebutuhan untuk menerbitkan surat utang guna membiayai defisit anggaran yang sebelumnya diperkirakan akan melebar jika dibandingkan dengan tahun 2024 lalu.
"Dengan kata lain, itu akan mengurangi laju peningkatan pasokan ke pasar. Karena laju pasokan lebih lambat, hal itu akan berdampak positif bagi harga obligasi pemerintah," jelasnya.
Selain itu, upaya pemerintah untuk menjaga kestabilan nilai tukar melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100% juga dapat menjadi faktor positif yang mendukung kinerja pasar, jika dapat dilakukan secara efektif. Kebijakan ini bisa mengurangi tekanan terhadap nilai tukar seiring dengan kenaikan cadangan devisa.
Sebagai hasilnya, kenakan risiko akibat faktor translasi akan terjaga relatif lebih rendah karena rupiah diharapkan lebih stabil. Stabilitas rupiah menjadi kunci untuk mempertahankan minat investor terhadap pasar obligasi domestik.
Baca Juga: Catat Tanggalnya, Pemerintah Bakal Terbitkan 8 SBN Ritel di 2025
Sementara itu, prospek pasar obligasi korporasi akan sedikit berbeda dengan pasar obligasi pemerintah. Perang dagang bisa mengekspos risiko negatif terhadap perusahaan-perusahaan berbasis ekspor. Alhasil, korporasi mungkin akan melakukan penghematan sambil mencari peluang pasar baru, yang mengakibatkan sedikitnya penerbitan surat utang.
Selain itu, investor juga mungkin akan meminta premi yang relatif lebih tinggi terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. "Eksposur terhadap perang dagang berpengaruh negatif terhadap profil risiko mereka yang mana akan menekan prospek pendapatan mereka," terangnya.
Prospek dan risiko obligasi korporasi juga dipengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi domestik. Sebagaimana data yang ada, inflasi terus melambat, mengindikasikan perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik.
Kondisi ini telah diamini Bank Indonesia (BI) yang akhirnya memangkas suku bunga di bulan Januari lalu, seiring dengan upaya menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Faktor risiko perlambatan ekonomi domestik ini juga berpengaruh negatif, baik bagi prospek penerbitan maupun premi risiko yang diminta investor.
Baca Juga: Intip Prospek Kupon SBN Ritel di Tahun 2025
SBN ritel
Sementara itu, untuk Surat Berharga Negara (SBN) ritel, Pefindo juga melihat prospek yang positif. Menurutnya, prospeknya serupa dengan obligasi pemerintah, tetapi ada tambahan sisi positif, yakni tidak memiliki eksposur yang besar terhadap perang dagang.
Sehingga, instrumen ini diperkirakan masih akan tetap diburu. Apalagi, SBN ritel yang dipasarkan menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi daripada suku bunga deposito. Selain itu, instrumen ini juga mudah dibeli kapan saja dan pada nominal yang relatif kecil.
"Dan kalaupun yield pemerintah naik, itu menjadi kesempatan bagi investor ritel untuk mendapatkan yield tinggi," kata Ahmad.
Selanjutnya: Kredit Plus Umumkan Susunan Komisaris Baru
Menarik Dibaca: Cerah Berawan hingga Hujan Ringan, Simak Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News