Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun tikus logam, secara feng shui saham-saham yang bergerak di sektor properti dan tambang, khususnya tambang mineral seperti emas dan nikel memiliki prospek menarik.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Marolop Alfred Nainggolan sepakat, sektor properti memiliki prospek bagus tahun ini karena diwarnai berbagai sentimen positif.
" Kita sudah selesai tahun pemilu," kata Alfred ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (21/1).
Baca Juga: Meski Semen Kelebihan Pasokan, INTP Optimistis Penjualan Bisa Tumbuh 3%-4%
Dengan demikian, kondisi domestik pasar di Indonesia memungkinkan akan meningkat.
Ia menambahkan, sektor properti tahun ini didorong dengan berbagai relaksasi, insentif pemerintah, serta suku bunga. Sementara itu, kepercayaan diri pasar dinilai baik tahun ini, mengingat survei Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada kuartal empat yang lalu mengalami kenaikan.
Diprediksi, kepercayaan konsumen yang membaik akan berlanjut di tahun ini.
Untuk saham-saham properti, Alfred merekomendasikan saham-saham properti first liner seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana juga mengatakan emiten properti memiliki prospek cerah di tahun ini. Penjualan emiten properti diprediksi akan meningkat, mengingat tahun ini tidak ada pemilu. Selain itu, suku bunga KPR yang diprediksi turun akan mendorong minat masyarakat untuk memiliki properti.
Walaupun marketing sales-nya diprediksi akan meningkat, Wawan menilai pendapatan perusahaannya akan berat karena adanya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72. Dalam kebijakan yang mulai diterapkan per 1 Januari 2020 itu diatur mengenai pengakuan pendapatan berdasarkan serah terima bangunan.
Kebijakan tersebut akan mempengaruhi emiten-emiten properti yang mengerjakan proyek-proyek yang memakan waktu lama seperti perkantoran, apartemen.
Akan tetapi, untuk emiten-emiten properti dengan proyek rumah tapak cenderung tidak terpengaruh karena waktu pengerjaannya yang relatif singkat.
Adapun emiten-emiten properti seperti BSDE, CTRA dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) masih layak untuk dikoleksi. Menurut Wawan, emiten-emiten tersebut tidak akan begitu terpengaruh oleh ketentuan PSAK 72.
"Lebih besar proyek mereka rumah tapak," katanya ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (21/1).
Sementara itu, emiten-emiten tersebut memiliki landbank di daerah luar Jakarta. Adapun Wawan menyarankan BSDE dengan target harga Rp 1.300, CTRA di harga Rp 1.150 hingga Rp 1.200, dan ASRI di harga Rp 300.
Baca Juga: Targetkan 57 emiten baru, begini gambaran pipeline IPO yang masuk ke BEI
Untuk sektor tambang mineral, Wawan melihat masih ada prospek dari PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan target harga Rp 4.000 di akhir tahun.
"Emiten-emiten nikel saya lihat ada potensi kenaikan pendapatan tahun ini. Kalau harga cenderung turun terus, tetapi kalau dirata-rata tetap lebih tinggi dibandingkan tahun lalu," kata Wawan, Selasa (21/1).
Hal ini juga didorong dengan emiten yang sudah bisa melakukan ekspor melalui smelternya.
Akan tetapi, untuk saham emiten yang mengandalkan komoditi emas, Wawan belum bisa menyarankan. Sebab, di Indonesia emiten saham-saham tersebut masih terhitung kecil.
Sementara itu, Alfred berpendapat kinerja emiten di sektor penambangan mineral belum ada yang menarik. Adapun untuk emiten nikel, menurut Alfred, belum bisa mengimplementasikan smelter-smelternya secara cepat.
"Kalau bicara masalah mineral, emiten-emiten kita memang relatif terbatas. Kalaupun ada, ukurannya tidak besar," kata Alfred, Selasa (21/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News