Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki paruh kedua 2022, sektor semen akan diwarnai sejumlah sentimen yang mempengaruhi penjualan. Analis MNC Sekuritas Muhamad Rudy Setiawan menilai, proyek infrastruktur dan residensial komersial diharapkan dapat mendukung penyerapan permintaan semen domestik.
Potensi penyerapan permintaan semen juga datang dari pengembangan ibu kota negara (IKN) dan beberapa proyek di Sumatra dan Indonesia Timur yang direncanakan akan dimulai pada paruh kedua 2022
Selain itu, pengembang (developer) juga memanfaatkan potensi peningkatan permintaan perumahan seiring dengan fenomena booming komoditas dengan membangun cluster baru di wilayah Jabodetabek, dengan adanya fasilitas yang akan segera disiapkan, misalnya proyek Mass Rapid Transit (MRT) fase III. MNC Sekuritas menilai, hal ini akan menyerap produk siap pakai, dimana produk semen mengalami kelebihan pasokan sekitar 40 juta ton di 2021.
“Potensi moratorium pembangunan pabrik baru yang lebih ketat juga akan berdampak positif bagi sektor semen,” terang Rudy dalam riset, Rabu (13/7).
Baca Juga: Akan Buyback Rp 5 Triliun, Apakah Saham UNTR Bagus Dibeli?
Rudy menyebut, pasar semen domestik mengalami pertumbuhan 7,5% secara year-on-year (YoY) pada periode Mei 2022, dengan pertumbuhan yang lebih kuat di pasar semen bulk (curah) yang tumbuh hingga 33,3% YoY. Sementara itu, permintaan semen kantong (sak) hanya tumbuh sebesar 1,4% YoY.
Secara geografis, permintaan di luar Jawa mengalami pertumbuhan yang cenderung flat, yakni hanya sebesar 0,2% YoY. Sedangkan permintaan di wilayah Jawa tumbuh sebesar 14,7% YoY.
Pemulihan permintaan yang solid terlihat di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat untuk pasar semen kantong, yang masing-masing tumbuh 23,5% dan 22,2% YoY. Sementara permintaan semen bulk di dua wilayah ini tumbuh masing-masing 48,9% dan 30% YoY.
Naiknya penjualan semen karena adanya efek pertumbuhan yang rendah (low base) tahun lalu, dimana libur Idul Fitri pada tahun lalu jatuh di tengah bulan Mei, sedangkan libur Idul Fitri tahun ini jatuh di awal Mei
Di sisi lain, terdapat beberapa risiko yang mengadang prospek sektor semen, seperti kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga mulai Juli 2022. Rencana penerapan pajak karbon pada pembangkit listrik tenaga batubara juga bisa menjadi tekanan terbesar bagi industri semen. Rudy menilai, kebijakan ini dapat diikuti dengan penyesuaian tarif listrik industri.
Baca Juga: Menilik Potensi Kebangkitan Garuda Indonesia (GIAA)
Adapula sentimen harga batubara yang masih tinggi, ditambah dengan volume penjualan yang terbatas. Tingginya inflasi yang berdampak pada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan juga akan menekan permintaan properti, sehingga menunda beberapa rencana pembangunan.
“Namun, risiko terbesar yang kami nilai saat ini adalah resesi global, yang akan mengganggu beberapa rencana ke depan,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News