Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Kinerja perusahaan poultry atau pakan ternak pada kuartal II 2019 ini diproyeksi akan lebih baik dibandingkan kuartal I 2019. Hal itu dipicu momen Ramadan dan Lebaran dimana permintaan akan daging ayam dan telur yang meningkat. Bahkan harga daging ayam di pasar juga telah meningkat sejak memasuki bulan suci Ramadan.
Analis RHB Sekuritas, Michael Wilson Setjoadi mengatakan, saat ini harga ayam boiler di level Rp 22.000 per kilogram. Harga tersebut naik sekitar 29,4% dari harga sebelum Ramadan yang sebesar Rp 17.000 per kilogram.
Ia menerangkan kuartal-II dibandingkan dengan kuartal-I jelas akan ada perbaikan kinerja bagi emiten sektor ini. Tetapi, jika dibandingkan dengan kuartal-II tahun lalu masih terpantau stabil. “Hanya musiman, dan tidak ada pengaruh yang signifikan,” ucap Micahel.
Menurutnya harga ayam boiler cenderung volatile. Bahkan setelah Lebaran, ia memprediksi harga ayam boiler bakal turun di level Rp 17.000 per kilogram. Hal itu terjadi karena banyaknya suplai di pasar. Bisnis industri poultry semakin berat sejak pemerintah melarang impor jagung.
Menurut Michael, sejak panen jagung awal April lalu, harga pakan ayam boiler naik 10% yoy dikisaran Rp 4.500-Rp 5.000. “Harga jagung lokal tidak mengikui harga global,” kata Micael kepada Kontan, Jumat (10/5).
Analis Danareksa Sekuritas Victor Stefano mengatakan, meskipun musim Lebaran dapat membantu mengurangi tekanan pada margin keuntungan industri poultry tapi, ia sarankan tetap berhati-hati memperhatikan pergerakan harga ayam broiler pasca Lebaran.
“Kemungkinan prospek pertumbuhan laba negatif untuk industri poultry karena kami percaya margin tinggi yang tercatat pada 2018 sulit berlanjut,” kata Victor kepada Kontan, Jumat (10/5). Ia menambahkan, industri poultry sulit mempertahankan keuntungan karena harga jagung yang lebih tinggi. Sementara harga ayam broiler cenderung turun.
Kendati begitu, Michael merekomendasikan PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA) karena ia menilai anggota indeks Kompas100 ini paling stabil diantara emiten lain. Ia meramal sampai dengan akhir tahun JPFA mampu membubukan laba bersih hingga Rp 2,260 triliun naik dari laba tahun lalu sekitar Rp 2,168 triliun.
Di sisi lain, Michael mengatakan, JPFA lebih sensitif terhadap perubahan harga broiler, karena JPFA memiliki kontribusi segmen broiler tertinggi dibandingkan rivalnya dalam sektor ini yakni sebesar 36%.
Meskipun harga broiler hanya terkoreksi 5% yoy, pada kuarta-I JPFA mencatat kerugian besar Rp 265 miliar. Karena sentimen kombinasi harga jagung yang melonjak harga dan biaya DOC.
Pasca perayaan Lebaran, ia perkirakan harga ayam boiler lebih rendah. Meski demikian tetap ada potensi naik karena ayam broiler merupakan konsumsi utama untuk sebagian besar konsumen kelas bawah di Indonesia.
Saat ini, Michael merekomendasikan JPFA dengan target harga Rp 2.600 sampai dengan akhir tahun. Begitu pula analis Samuel Sekuritas, Yosua Zikoshi yang merekomendasikan beli dengan target harga Rp 2.855 sampai dengan akhir tahun.
Sementara Victor merekomendasikan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) yang mampu mendapatkan pangsa pasar yang lebih melebar di kuartal-I dan juga meningkatkan profitabilitasnya karena mempertahankan margin di kuartal tersebut, karena kontribusi tinggi dari segmen DOC.
“Jadi, MAIN adalah satu-satunya perusahaan yang mampu membukukan margin operasi yang lebih tinggi, yaitu 37% yoy di tengah sentimen yang dihadapi,” tutur Victor. Ia pun mengatakan margin yang lebih baik diharapkan pada kuartal-II. Karena ada kemungkinan biaya jagung yang lebih rendah dan harga ayam broiler yang rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News