kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memasuki musim dingin, harga komoditas energi mulai melonjak


Rabu, 25 November 2020 / 19:24 WIB
Memasuki musim dingin, harga komoditas energi mulai melonjak
ILUSTRASI. Sejak awal bulan ini, harga minyak sudah melesat 27,15%.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Harga batubara terus membaik. Setelah sempat terpuruk, harga batubara sejak awal bulan terus naik. Merujuk Bloomberg, harga batubara pada Selasa (24/11) sudah berada di level US$ 69,10 per ton atau menguat 14,03% sejak awal bulan.

Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengungkapkan, kenaikan harga batubara memang tidak terlepas dari faktor musim dingin yang akan terjadi pada akhir tahun ini. Dengan kebutuhan yang meningkat pada musim dingin, praktis permintaan akan batubara akan meningkat. Tak pelak, harganya pun naik dalam beberapa waktu terakhir.

“Sebenarnya kebijakan Amerika Serikat (AS) yang berpotensi mengurangi penggunaan batubara dan beralih ke go green berpotensi menekan harga batubara. Namun, sentimen tersebut rupanya tidak membendung kenaikan harga batubara,” ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (25/11).

Sementara komoditas energi lainnya, yakni minyak mentah juga punya tren yang sama. Merujuk Bloomberg, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) pada Rabu (25/11) pukul 18.05 WIB sudah berada di level US$ 45,51 per barel. Sehingga sejak awal bulan ini harga minyak melesat 27,15%.

Baca Juga: Rekor nilai dan frekuensi transaksi BEI, ini saham-saham dengan transaksi terbesar

Nasib berbeda justru dialami gas alam. Komoditas energi yang satu ini justru masih dilanda tren negatif dalam beberapa waktu ke belakang. Mengutip Bloomberg, harga gas alam pada pukul WIB berada di level US$ 2,72 per mmbtu. Jika dihitung sejak awal bulan ini, harganya turun 18,81%.

Wahyu menjelaskan, bahwa pada dasarnya gas alam termasuk komoditas dengan pergerakan harga terburuk, bahkan di antara komoditas sektor energi lainnya. Apalagi, jika disandingkan dengan pergerakan harga minyak, maka gas alam sangat jelas mengalami perlambatan rebound.

“Ada riset yang menyebutkan dalam lima tahun ke depan permintaan terhadap gas alam di China akan semakin melambat, padahal China telah menjadi penggerak utama terhadap kebutuhan gas alam dalam beberapa tahun terakhir. Kabar tersebut pada akhirnya semakin menekan fundamental gas alam ke depannya,” jelas Wahyu.

Baca Juga: Harga emas merosot ke US$ 1.807 per ons troi, dekati level terendah dalam empat bulan

Wahyu bilang, dengan melimpahnya produksi, permintaan yang menyusut, dan fundamental yang sulit membuat harga bisa naik, kondisi gas alam saat ini adalah yang terburuk. Efek musim dingin memang mungkin mengangkat harga gas alam. Tapi sentimennya berpotensi hanya sesaat karena hilang bersamaan dengan usainya musim dingin.

Sementara untuk minyak, sentimen soal kebijakan OPEC+ kemungkinan masih akan membayangi seiring masih terdapat perbedaan pandangan antara upaya pemangkasan produksi. Wahyu menilai, OPEC+ masih berusaha untuk menerapkan kebijakan pemangkasan produksi sebanyak 7,7 juta bph ke setiap anggotanya secara merata.

Arab Saudi dan Rusia memberi sinyal bersedia untuk melanjutkan kebijakan pemangkasan tersebut. Tapi, rupanya Irak, Uni Emirat Arab, dan Kuwait justru menunjukkan keberatan terhadap kebijakan tersebut.

Walau demikian, Wahyu meyakini sentimen musim dingin dan permintaan yang naik masih akan menopang kenaikan harga komoditas energi hingga akhir tahun nanti. Untuk batubara, diperkirakan harganya akan berada di kisaran US$ 60 per ton hingga US$ 70 per ton. Untuk minyak masih akan fluktuasi di kisaran harga US$ 45 per barel. Sedangkan harga gas alam akan ada di kisaran US$ 2,0 per mmbtu hingga US 3,5 per mmbtu.

Baca Juga: Ini kata analis soal prospek batubara di tengah menggeliatnya energi alternatif

Wahyu melihat, koreksi harga komoditas energi cukup terbuka untuk tahun depan. Tapi, secara umum, sentimen utamanya masih akan berkaitan dengan perkembangan vaksinasi dan pemulihan ekonomi. Belum lagi peluang adanya stimulus besar-besaran sehingga Wahyu menilai reflationary trades terjadi. 

“Maksudnya adalah, ketika terjadi pelemahan pada dolar AS, ini akan menguntungkan lawannya dolar AS, yakni komoditas. Termasuk minyak, batubara, dan gas alam yang ditransaksikan menggunakan dolar AS,” tambah Wahyu.

Untuk harga komoditas energi pada tahun depan, Wahyu memproyeksikan batubara akan ada di kisaran US$ 50 per ton-US$ 70 per ton, minyak WTI pada rentang US$ 35 per barel-US$ 55 per barel, dan gas alam di kisaran US$ 2,0 per mmbtu-US$ 4,0 per mmbtu.

Baca Juga: Inilah tips investasi saham di awal tahun 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×