Reporter: Harry Febrian | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kontrak berjangka komoditas perkebunan tidak sebatas minyak sawit mentah saja. Kakao, saat ini, juga layak menjadi pilihan investor yang ingin mendiversifikasikan portofolionya.
Harga kakao sedang anjlok dan menguji level terendahnya sepanjang tahun ini. Investor bisa mencermati waktu yang pas untuk mereguk cuan. "Harga kakao bisa dibilang bukan rendah lagi, tapi sudah masuk ke harga terendah," ujar Juni Sutikno, analis Phillips Futures.
Setidaknya selama enam hari berturut-turut, kakao terus tergerus, hingga tenggelam di bawah level support US$ 2.000 per ton.
Renji Betari, Analis Pasar Fisik Komoditas SoeGee Futures, menuturkan kakao rontok tetap rontok kendati pasokan di pasar fisik tengah menyusut. "Persediaan kakao dengan mutu standar di gudang-gudang Eropa yang dipantau oleh bursa London telah turun 36% selama dua bulan terakhir," ujar Renji. Saat ini, cadangan yang ada hanya sekitar 52.760 ton, turun dari sebelumnya, yaitu 82.000 ton.
Stok kakao menipis, mengikuti penurunan produksi perkebunan di Pantai Gading. Panen kakao terganggu karena cuaca yang tidak menentu. Sekadar informasi, Pantai Gading memasok hingga 37% dari total produksi kakao di seluruh dunia. Dua produsen kakao terbesar berikutnya adalah Ghana, yang memasok 25% dan Indonesia (15%).
Namun di saat produksi turun, permintaan stagnan. "Pelemahan ekonomi Eropa ikut memukul permintaan, karena zona itu merupakan konsumen terbesar kakao," ujar Renji. Menurut dia, sekitar 70% dari permintaan kakao berasal dari Eropa.
Pada perdagangan terakhir di ICE Futures Amerika Serikat (Kamis, 5/4), kontrak pengiriman kakao untuk Juli ditutup senilai US$ 2.108 per ton. Itu adalah harga terendah sejak 6 Januari lalu, yang sebesar US$2.068 per ton.
Saat harga rontok bisa diartikan sebagai masa bagi investor untuk memasang posisi beli. Yang perlu diingat, harga rata-rata tahunan kakao berada di kisaran US$2.200 hingga US$2.300 per ton.
"Ini merupakan waktu yang tepat untuk strong buy," ujar Renji. Hitung-hitungan Renji, harga rata-rata kakao dalam dua tahun sekitar US$2.800 hingga US$3.000 per ton.
Sedangkan Juni menilai harga kakao bisa turun, sehingga waktu terbaik untuk membeli ketika harga di bawah US$ 2.000 per ton. Juni memprediksi, dalam seminggu ini, kakao akan bergerak dalam rentang harga US$1900 hingga US$2.383 per ton.
Di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), proyeksi Renji, area beli berkisar Rp 20.500 hingga Rp 21.000. "Target saya pada Agustus, harga sekitar
Rp 23.000. Skenario optimisnya, Rp 24.500," ujar Renji. Di BBJ, SoeeGee termasuk market maker untuk kakao.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News