kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melirik Prospek Reksadana Offshore Asia


Senin, 20 Februari 2023 / 21:54 WIB
Melirik Prospek Reksadana Offshore Asia
ILUSTRASI. India, China, dan beberapa negara di ASEAN memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tahun 2023.


Reporter: Aurelia Felicia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) telah mengeluarkan rilis laporan ekonomi terbaru yang merevisi naiknya proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 dari 2,9% menjadi 3,1%. Meski masih relatif rendah, kawasan Asia Pasifik masih lebih baik dibanding kawasan negara maju.

Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi tahun 2000–2019 yang berada di level 3,8%. Di tengah melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, angka tersebut dipandang lebih baik dari kawasan negara maju yang melambat lebih dalam. 

Dimas Ardhinugraha, Investment Specialist Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menjelaskan peluang investasi pada pasar saham di kawasan Asia Pasifik juga melambat di tahun 2023.

“Tingkat penurunannya diperkirakan lebih kecil dibandingkan kawasan negara maju,” ujar dia.

Baca Juga: Dana Kelolaan Berpotensi Naik, Return Reksadana Pasar Uang Bisa Mencapai 4,5%

Beberapa faktor yang menjadi penyokong kawasan Asia Pasifik antara lain tingkat inflasi yang lebih rendah, kenaikan suku bunga yang relatif lebih kecil, dan normalisasi aktivitas ekonomi pasca membaiknya pandemi. Dimas mencermati secara historis, ekonomi Asia diuntungkan oleh kebijakan moneter akomodatif Amerika Serikat (AS) dan perekonomian China yang kuat yang diperkirakan dapat menjadi katalis positif bagi pasar Asia di 2023.

Selain itu, kontribusi Asia Pasifik terhadap perekonomian global juga kian meningkat dari 27% di tahun 2000 menjadi 37% di tahun 2021. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat. 

Menurut Dimas, India, China, dan beberapa negara di ASEAN memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tahun 2023 sebesar 6,1%, 5,2%, dan 4,5%. Prediksi pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,1%.

Artinya, kawasan Asia memiliki peluang pertumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh para investor dengan mengalokasikan sebagian portofolio di pasar saham kawasan ini.  

“Jangan lupa lakukan diversifikasi dengan berinvestasi di beragam negara dan sektor untuk menjaga tingkat risiko portofolio Anda,” imbau Dimas.

Baca Juga: Manajer Investasi Optimistis Kinerja Reksadana Pasar Uang Positif pada Tahun 2023

Sepakat dengan Dimas, Presiden Direktur PT BNP Paribas Asset Management Priyo Santoso melihat reksadana offshore masih cukup menarik untuk tahun ini berdasarkan beberapa kondisi global yang mendukung. 

Pemerintah China melonggarkan kebijakan Covid menjelang akhir tahun kemarin. Sehingga para investor mengalihkan investasinya ke pasar yang dinilai mendapatkan dampak positif dari pembukaan ekonomi China dan memiliki kinerja yang relatif tertinggal di sepanjang 2022. 

Priyo menilai, kondisi divergent tersebut diprediksi dapat bertahan hingga semester pertama 2023 karena pelaku pasar cenderung memperhitungkan risiko puncak inflasi dan risiko resesi pada saat ini.

“Kami melihat untuk selanjutnya, tema utama di pasar saham akan bergeser dari pembukaan kembali ke pemulihan ekonomi,” ujar dia. 

Baca Juga: Ada Peralihan Investasi, Dana Kelolaan Reksadana Pasar Uang Turun

Valuasi saham akan didorong oleh multiple expansion atau pertumbuhan pendapatan perusahaan. Ekonomi yang berhubungan dengan konsumen dinilai akan menjadi sumber pertumbuhan, terutama untuk sektor jasa yang masih beroperasi di bawah tingkat sebelum pandemi. 

Di sisi lain, The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan setidaknya hingga pertengahan tahun ini. Kenaikan suku bunga acuan AS tentu dapat mendorong penguatan mata uang dolar AS, yang merupakan mata uang dari reksadana offshore.

Namun, tekanan inflasi masih menjadi fokus utama hingga awal tahun ini yang menyebabkan bank sentral global berbondong-bondong menaikkan suku bunga secara agresif, termasuk bank sentral AS. Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 bps hingga 5,25% sebelum adanya potensi pemotongan di kuartal ketiga 2023. 

“Kondisi ini akan mendorong pelemahan ekonomi karena aktivitas konsumsi dan investasi menurun,” kata Priyo. 

Baca Juga: Ekonomi Lebih Baik dari Negara Maju, Intip Prospek Reksadana Offshore Asia

Di sisi lain, jika terjadi eskalasi ketegangan geopolitik dan sosial juga dapat mempengaruhi sentimen pasar pada tahun ini. MSCI China diprediksikan dapat mencapai pertumbuhan yang lebih kuat. Peluang terbesar pasar saham China tahun ini berada di sektor konsumsi.

Untuk jangka pendek hingga akhir tahun, Priyo melihat prospek yang cukup baik untuk pasar saham China di tengah momen pembukaan ekonomi. 

Priyo merekomendasikan BNP Paribas Greater China Syariah USD, yang merupakan reksadana saham syariah berbasis efek luar negeri pertama di Indonesia yang fokus berinvestasi ke pasar saham Greater China. Reksadana ini memiliki exposure ke saham-saham China yang tercatat di bursa saham Hong Kong, mainland China, Taiwan, maupun AS.

Sedangkan untuk pasar saham developed market, Priyo merekomendasikan BNP Paribas Cakra Syariah USD, yang merupakan reksadana offshore pertama di Indonesia dengan fokus di negara-negara maju. 

Sementara, untuk investor yang ingin berinvestasi di saham-saham teknologi global yang umumnya memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, dapat mempertimbangkan BNP Paribas DJIM Global Technology Titans 50 Syariah USD. Ini adalah reksadana indeks berbasis efek luar negeri pertama di Indonesia yang mengusung tema teknologi global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×