kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melihat prospek saham emiten komoditas pasca Malaysia, India dan Australia lockdown


Selasa, 01 Juni 2021 / 06:35 WIB
Melihat prospek saham emiten komoditas pasca Malaysia, India dan Australia lockdown


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Malaysia, salah satu negara penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia, akan memberlakukan karantina wilayah (lockdown) kembali pada 1 hingga 14 Juni 2021. 

Kebijakan lockdown juga tengah berlaku untuk Negara Bagian Victoria, Australia hingga 3 Juni mendatang. Australia dikenal sebagai negara penyuplai batubara terbesar. 

Sementara itu, India sebagai negara dengan permintaan CPO yang besar, juga tengah menghadapi tsunami Covid-19. 

Analis Erdhika Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menjelaskan kondisi di Malaysia dan India akan mengganggu demand dan supply CPO. Apabila permintaan (demand) terganggu maka harga akan cenderung turun, sedangkan apabila supply terganggu maka harga akan naik. 

Baca Juga: Cermati rekomendasi saham emiten batubara saat harga batubara sedang naik

"Maka menurut kami ketika dari kedua sisi tersebut terganggu maka akan ada kemungkinan kenaikan harga dari komoditas CPO namun kenaikannya tertahan karena demand yang di India juga terganggu," jelas Hendri kepada Kontan, Senin (31/5). 

Kemudian untuk batubara (coal) terkait kebijakan lockdown di Australia akan mempengaruhi harga komoditas batubara cenderung meningkat, karna produksi terganggu. Ditambah lagi China juga tengah terjadi musim penghujan dengan curah hujan yang cukup tinggi bahkan mengakibatkan banjir, yang membuat beberapa hari kemarin harga batubara juga mengalami kenaikan karena produksi dan supply terganggu. 

Kemudian dari domestik sendiri untuk batubara juga sedikit terganggu terkait soal pajak karbon yang dalam jangka menengah bisa mengerem industri akan kebutuhan bahan bakar batubara. Pemerintah juga berencana tidak akan menambah lagi pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara dalam rangka mengurangi emisi karbon. 

"Sehingga untuk batubara sendiri sebenarnya sedang dibayangi oleh dua katalis yakni positif dan negatif," imbuhnya. 

Baca Juga: Proyeksi IHSG di bulan Juni 2021 dan saham-saham yang bisa dicermati

Dus, untuk emiten berbasis komoditas CPO tentu ini cenderung rawan meskipun Hendri memproyeksi akan ada kenaikan namun cenderung tertahan. Tetapi para pelaku pasar juga tetap harus memperhatikan dari sisi demand terutama yang ada di India. 

Kemudian untuk emiten batubara untuk jangka pendek terkait kebijakan lockdown Australia kemudian curah hujan yang tinggi di China, menurut Hendri akan menjadi salah satu katalis positif untuk harga batubara.

Karena nantinya produksi akan terganggu tetapi dari sisi demand cenderung normal. Namun, para pelaku pasar juga perlu mencermati terkait kebijakan domestik soal pajak karbon yang dalam jangka menengah bisa mengerem industri akan kebutuhan bahan bakar batubara.

Investor saat ini perlu melihat kembali sentimen yang cukup mix pada komoditas CPO maupun batubara yang terdampak akibat adanya lockdown di ketiga negara tersebut. 

"Komoditas CPO secara jangka pendek akan bergerak sideways dengan kecenderungan menguat, sedangkan harga batubara yang sudah di atas diperkirakan akan bergerak konsolidasi terlebih dahulu," jelas Hendri. 

Baca Juga: Simak proyeksi pergerakan IHSG untuk Senin (31/5)

Kendati harga komoditas relatif sudah bergerak konsolidasi, namun Hendri mencermati masih ada beberapa saham yang sudah terkoreksi dalam dan menanti adanya rebound.

Antara lain PTBA dapat dicermati dengan target harga Rp 2.300 - Rp 2.400, ADRO dengan target harga Rp 1.200 - Rp 1.240, HRUM dengan target harga Rp 5.300 - Rp 5.400. Sedangkan saham-saham CPO nampak wait and see terlebih dulu menanti momentum teknikal rebound.

Selanjutnya: Ini rekomendasi saham-saham berbasis komoditas di tengah kenaikan harga komoditas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×