Reporter: Nadya Zahira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah turun tipas terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan yang pendek di pekan ini, Rabu (8/5).
Pelemahan rupiah ini sejalan dengan pergerakan mayoritas mata uang Asia yang juga melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip data Bloomberg, Rabu (8/5) rupiah ditutup melemah tipis ke level Rp 16.047 per dolar AS. Ini membuat rupiah melemah 0,006% dibanding penutupan harga sebelumnya yang berada di Rp 16.046 per dolar AS.
Di saat yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,20% ke posisi 105,62.
Sedangkan kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menguat 0,16% ke Rp 16.081 per dolar AS.
Baca Juga: BI Beberkan 4 Faktor yang Bisa Membuat Rupiah di Bawah Rp 16.000 Per Dolar AS
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menjelaskan, melemahnya rupiah karena pengaruh dari penguatan dolar AS yang terjadi sejak perdagangan Selasa (7/5).
Selain itu, sentimen lainnya lantaran pelaku pasar menilai bahwa ruang pelonggaran The Fed masih belum terlihat dalam waktu dekat, karena banyaknya pertimbangan faktor ekonomi lainnya.
Salah satunya angka inflasi AS yang masih bertahan pada 3,0% - 3,5%. Hal ini disebabkan oleh kekuatan pasar di sektor properti.
“Dengan begitu, mendorong bank sentral agar mempertahankan biaya pinjaman tetap stabil untuk jangka panjang dan mungkin sepanjang tahun,” kata Nanang, saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (9/5).
Namun, menurutnya perlu ada pertimbangan lainnya, jika mana inflasi ternyata merosot lebih cepat seiring dengan penurunan harga minyak global di bawah 80% per barel, dan juga sektor manufaktur serta jasa yang bergerak melambat, sehingga harus dilakukan sejumlah langkah untuk penyesuaian terhadap suku bunga.
“Banyak kalangan memperkirakan The Fed bakal melakukan pemangkasan suku bunga di semester kedua tahun ini sebanyak 2 kali,” tuturnya.
Baca Juga: Gejolak Rupiah Lebih Dipengaruhi Tekanan dari Eksternal
Faktor lainnya yang memicu rupiah melemah, Nanang bilang, yaitu kenaikan permintaan dolar AS di pasar domestik pada bulan-bulan mendatang. Terlebih lagi sikap Bank Indonesia yang menyatakan tidak ada keperluan lagi untuk menaikkan suku bunga acuan, meskipun tekanan terhadap rupiah ke depan masih terjadi.
“Pergerakan rupiah karena libur nasional dua hari ke depan, di hari Senin nanti akan dipengaruhi bagaimana pergerakan dolar terhadap rivalitas utama, terlebih lagi menyikapi data inflasi pekan depan yang akan rilis,” imbuhnya.
Menurut dia, potensi pelemahan dolar terbuka ketika pelaku pasar kembali melakukan asumsi terhadap angka inflasi terbaru nanti, khusus bulan April yang diperkirakan akan turun dari 3,5% menjadi di kisaran 3,0% - 3,3%.
Dengan begitu, Nanang memprediksi bahwa rupiah pada Senin (13/5) akan berada dalam rentang harga Rp 15.930 - Rp 16.090 per dolar AS.
Selaras dengan hal ini, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong memperkirakan bahwa rupiah masih akan tertekan oleh dolar AS yang kuat di tengah kekuatiran prospek pemangkasan suku bunga oleh the Fed.
“Apalagi minggu depan investor akan menghadapi data ekonomi penting AS yaitu data inflasi. Yang mana, pada hari Senin (13/5), juga akan dirilis data indeks kepercayaan konsumen Indonesia.
Namun, dia melihat, tidak ada data ekonomi penting eksternal yang akan dirilis pada Senin mendatang.
Lukman pun memprediksi, rupiah akan berada di kisaran Rp 16.000 - Rp 16.200 per dolar AS, pada perdagangan Senin (13/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News