CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Melemah Lebih dari 9% Sepanjang 2022, Analis Sebut Kurs Rupiah Tergolong Undervalue


Kamis, 29 Desember 2022 / 18:22 WIB
Melemah Lebih dari 9% Sepanjang 2022, Analis Sebut Kurs Rupiah Tergolong Undervalue
ILUSTRASI. Karyawan menunjukan mata uang rupiah di Ayu Masagung, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Melemah lebih dari 9% sepanjang 2022, kurs rupiah tergolong undervalue.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alias USD menguat 0,39% ke Rp 15.657 pada perdagangan Kamis (29/12). Akan tetapi, secara year to date, kurs rupiah sudah melemah 9,94% dibanding akhir tahun 2021 yang berada di Rp 14.424 per dolar AS.

Analis DCFX Futures Lukman Leong menilai, pelemahan rupiah yang terjadi pada tahun 2022 sebenarnya tidak fundamental. Pelemahan ini lebih disebabkan oleh sentimen kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi yang berlebihan.

Selain itu, respons Bank Indonesia (BI) atas kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed yang agresif juga terlalu lambat. Malahan, BI menaikkan suku bunga di saat inflasi sudah mulai mereda.

Baca Juga: Simak Prediksi Rupiah di Perdagangan Terakhir Tahun Ini, Jumat (30/12)

"Usaha BI untuk menguatkan rupiah dengan menaikkan suku bunga namun timing yang kurang tepat ini memicu sentimen negatif," kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (29/12).

Sebagai pengingat, The Fed tercatat sudah tujuh kali menaikkan suku bunganya sepanjang tahun ini sejak Maret 2022. Total kenaikannya mencapai 425 basis points (bps) sehingga suku bunga The Fed terkerek dari kisaran 0%-0,25% menjadi 4,25%-4,50% per pertemuan Desember 2022.

Sementara itu, BI baru menaikkan suku bunga acuannya sebanyak lima kali sejak Agustus 2022. Suku bunga acuan BI meningkat sebanyak 200 bps, dari 3,5% menjadi 5,50% setelah pertemuan Desember 2022.

Baca Juga: Loyo Lagi, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.731 Per Dolar AS Pada Kamis (29/12)

Padahal, menurut Lukman, dari sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan rekor surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan, kurs rupiah idealnya berada di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Oleh sebab itu, rupiah yang saat ini berada di Rp 15.657 per dolar AS tergolong undervalue.

Sementara itu, Chief Economist Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian berpendapat pelemahan rupiah pada tahun ini tergolong wajar. Hal ini sejalan dengan adanya penurunan yield differential antara Indonesia dan AS serta meningkatnya inflasi.

Meskipun begitu, Fakhrul melihat, depresiasi rupiah cenderung overshoot alias terlalu jauh. "Hal ini terjadi akibat ekspektasi kenaikan suku bunga di negara maju hampir selesai, sedangkan BI diperkirakan masih akan terus mengetatkan kebijakan moneter," tutur Fakhrul.

Untuk tahun 2023, Fakhrul memprediksi rupiah dapat kembali menguat pada pertengahan tahun untuk mengakhiri era overshooting. Penguatan rupiah bakal didukung oleh melunaknya kebijakan moneter negara maju terutama AS serta pertumbuhan ekonomi China.

Lukman menambahkan, rupiah masih akan berat di tahun 2023 karena adanya potensi perlambatan ekonomi hingga resesi global. Kondisi ini bakal membuat status dolar AS sebagai safe haven akan semakin kuat.

Baca Juga: Rupiah Kembali Ditutup Melemah, Simak Proyeksinya untuk Kamis (29/12)

Alhasil, rupiah sebagai salah satu mata uang berisiko masih berpotensi melemah. "Saya memperkirakan rupiah berpotensi melemah hingga ke level Rp 16.500-Rp 17.000 dolar AS pada tahun 2023," ucap Lukman.

Sentimen pemberat lainnya berasal dari faktor ketidakpastian akibat perang geopolitik Rusia-Ukraina dan tensi China-AS-Taiwan. Menurutnya, investor hanya akan kembali ke aset dan mata uang berisiko apabila situasi global sudah mulai kondusif.

Di sisi lain, sentimen yang akan menopang rupiah berasal dari pembukaan kembali ekonomi China. Jika ekonomi China dapat dibuka secara penuh, maka hal ini akan sangat positif bagi Indonesia karena permintaan terhadap komoditas energi maupun barang ekspor lainnya berpotensi kembali meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×