Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham pelat merah melejit sejak awal tahun 2021. Ini tercermin dari indeks IDX BUMN20 yang menguat hingga 11,03% secara year to date (ytd). IDX BUMN20 merupakan indeks yang mengukur kinerja harga dari 20 saham perusahaan tercatat yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan afiliasinya.
Adapun kenaikan ini menjadi yang tertinggi dibanding indeks lainnya di bursa. Sebagai pembanding, kinerja IDX BUMN20 mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 6,87% ytd. Kinerja indeks LQ45 yang menguat 6,78% ytd juga dikalahkan.
Data dari Bloomberg menunjukkan, kenaikan harga paling signifikan dicatatkan oleh saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) hingga 50,39% ytd menjadi Rp 2.910 per saham. Setelahnya ada PT Timah Tbk (TINS) yang harga sahamnya menguat 46,80% ytd menjadi Rp 2.180 per saham.
Adapun peningkatan harga juga dialami PT Waskita Karya Tbk (WSKT) hingga 33,33% ytd menjadi Rp 1.920 per saham. PT Elnusa Tbk (ELSA) menyusul setelahnya dengan kenaikan 25,57% ytd menjadi Rp 442 per saham. Tidak ketinggalan, emiten farmasi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) meningkat hingga 24,12% ytd menjadi Rp 5.275 per saham.
Baca Juga: Saham pelat merah melesat sejak awal tahun, ini pendorongnya
Mayoritas kenaikan harga dalam IDX BUMN20 memang dipimpin oleh saham-saham pertambangan. Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial mengamati, penguatan drastis di sektor pertambangan itu terdorong kenaikan harga batubara karena permintaan batubara dari China yang mulai pulih.
Di sisi lain, saham-saham sektor pertambangan tertopang kenaikan harga nikel dunia. Mengingat, ada potensi permintaan nikel untuk keperluan baterai kendaraan mobil listrik.
Selain terdongkrak sektor pertambangan, IDX BUMN20 juga tertopang sektor infrastruktur seperti saham konstruksi dan saham operator tol. Sektor lain seperti utilitas dan telekomunikasi juga turut menopang peningkatan IDX BUMN20.
Janson juga mengamati, sektor perbankan ikut berkontribusi positif walau tidak signifikan. Sebab, kenaikan harganya tidak secemerlang tiga sektor yang telah disebut sebelumnya.
Baca Juga: Diisi BRI, Pegadaian hingga PNM, ini alasan pembentukan holding BUMN pembiayaan mikro
Melihat lajunya saham-saham pelat merah, Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo menyarankan investor untuk menilik kembali sisi valuasi setiap saham. Menurut dia, ada beberapa saham yang harganya naik terlampau tinggi.
Wisnu mencontohkan, kenaikan saham BUMN farmasi KAEF sudah terlalu tinggi. Harga KAEF yang naik pesat itu terdorong ekspektasi berlebih pelaku pasar terhadap keberadaan vaksin Covid-19.
Selain itu, saham ANTM juga dinilai terkerek terlalu tinggi. Sehingga tidak mengherankan jika saham ANTM cenderung terkikis dalam dua hari perdagangan terkahir. Asal tahu saja, saham ANTM ditutup melemah 6,73% pada perdagangan kemarin. Pada perdagangan hari sebelumnya, ANTM terkikis 1,89%
"Prospek masih bagus sebenarnya. Tinggal pilih saham yang belum overpriced," ungkap Wisnu kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).
Adapun Wisnu menilai saham-saham konstruksi seperti WSKT, PTPP, dan WIKA masih menarik. Di antara ketiganya, menjagokan WSKT dengan target harga Rp 2.500 untuk jangka panjang.
Selain sektor konstruksi, sektor perbankan seperti BBRI dan BMRI juga dinilai atraktif. Akan tetapi dia cenderung mengunggulkan saham BBRI, disarankan buy on weakness dengan target harga Rp 5.500 hingga akhir tahun 2021. Wisnu juga mengunggulkan saham TLKM dengan target harga Rp 4.000 hingga akhir tahun 2021.
Baca Juga: Mengukur Dosis Wajar Saham Farmasi, Ini Rekomendasi Saham KAEF, INAF, KLBF, dan TSPC
Sedikit berbeda, Janson cenderung menyukai saham-saham seperti PGAS dan TLKM. Saham farmasi, nikel, dan perbankan juga dianggap punya prospek yang menarik tahun ini.
Sementara untuk saham-saham BUMN konstruksi cenderung akan menguat terbatas. "Kenaikan yang sudah super signifikan di mana faktor SWF sudah priced in," ujar Janson kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).
Mempertimbangkan hal-hal itu, Janson cenderung merekomendasikan buy on weakness saham ANTM di Rp 2.200 dengan target harga Rp 3.500. Saran serupa juga berlaku untuk TLKM, buy on weakness di Rp 3.200 dengan target harga Rp 4.200, dan PGAS buy on weakness Rp 1.500 dengan target harga Rp 2200.
Saham-saham perbankan seperti BBRI disarankan buy on weakness Rp 3.700 dengan target harga Rp 4500, BBNI buy on weakness Rp 5.700 dengan target harga 6.500. Adapun untuk KAEF juga direkomendasikan buy on weakness Rp 4.700 dengan target harga Rp 6.200.
Baca Juga: SWF ditargetkan beroperasi akhir Januari, ini emiten-emiten yang bisa diuntungkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News