Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) sedang haus dana segar. Raksasa produsen minyak dan gas bumi asal Indonesia ini membutuhkan dana sekitar US$ 3 miliar untuk menggarap lima proyek yang ia miliki.
Memang, perusahaan migas milik Keluarga Panigoro ini tak harus menanggung seluruh kebutuhan dana tersebut. Medco akan berbagi beban dengan para mitranya di lima proyek tersebut. Nah, emiten bursa saham berkode MEDC ini berharap pendanaan dari para mitranya bisa menutup kebutuhan dana hingga senilai US$ 1,7 miliar.
Walhasil, Medco harus menanggung sisanya yang senilai US$ 1,3 miliar. Guna menutup kewajibannya, Medco akan mengandalkan dua sumber, yakni dari kantong sendiri serta dari utang ke bank. Cuma, belum jelas berapa porsi dari kantong sendiri dan berapa nilai utang yang akan mereka cari.
Menurut Hilmi Panigoro, Komisaris Utama Medco, lima proyek yang akan digarap Medco meliputi proyek pengeboran minyak di Area 47 Libya, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLT) Sarulla, Sumatera Utara, pengembangan lapangan gas di Senoro, Sulawesi Tengah, lapangan gas Blok A di Nangroe Aceh Darussalam, serta peningkatan produksi minyak baik di dalam maupun di luar negeri. Medco berharap kelima proyek itu bisa berjalan sesuai rencana.
Mantan Presiden Direktur Medco ini mengatakan bahwa perusahaannya sedang menjajaki utang dari berbagai institusi keuangan. Medco menjajaki utang kepada dua bank bagi tiap proyek. "Jadi, totalnya ada 10 institusi keuangan yang sedang kami dekati," kata Hilmi kepada KONTAN, pekan lalu.
Dia masih merahasiakan calon kreditur Medco tersebut. Yang pasti, 10 institusi keuangan itu berasal dari dalam dan luar negeri. Dari perbankan lokal, kemungkinan Medco akan menggandeng bank milik negara.
Area Libya butuh US$ 900 juta
Hilmi mengaku, saat ini ada dua bank asal Eropa yang sudah menyatakan komitmennya untuk membiayai pembangunan fasilitas pengeboran minyak di Area 47 Libya. Proyek di luar negeri ini membutuhkan dana sekitar US$ 900 juta atau lebih dari Rp 9 triliun (kurs Rp 12.000 per dolar AS). Dalam menggarap proyek di negaranya Muammar Qadafi itu, Medco telah menggandeng Verenex, Kanada, sebagai mitra strategis.
Sejauh ini, baru dua proyek yang sudah jelas sumber pendanaannya, yakni proyek PLTP Sarulla senilai US$ 100 juta, dan proyek lapangan gas Senoro. Hilmi menjelaskan, Medco sudah mengantongi komitmen pendanaan PLTP Sarulla dari dua institusi keuangan asing. Mereka adalah Japan Bank for International Corporation (JBIC) dan Asia Development Bank (ADB).
Dalam proyek PLTP yang berkapasitas 330 Megawatt (MW) ini, Medco bekerjasama dengan dua perusahaan asal Jepang, yakni Kyushu Electric Power Corporation dan Itochu Corporation. "Semoga tahun depan (pinjamannya) sudah bisa mengucur," imbuh Hilmi.
Sementara itu, pendanaan bagi proyek pengembangan gas Senoro, juga sudah aman. Sebab, kata Hilmi, pemegang saham utama proyek tersebut sekaligus pembeli gas Blok Senoro adalah Mitsubishi Corporation.
Danny Eugene, Kepala Riset Sarijaya Permana Sekuritas, melihat, Medco berambisi jadi pemasok minyak kelas dunia. Emiten pertambangan migas ini tak ragu melakukan ekspansi di luar Indonesia. Namun, dia menyebut beberapa hambatan yang bisa mengganjal ekspansi Medco. Misalnya, "Banyak bank yang kesulitan likuiditas," ujar Danny.
Di sisi lain, nilai mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Sedangkan harga minyak mentah turun terus di bawah level US$ 50 per barel. "Jadi bank akan lihat-lihat dulu, kalau harga minyak makin rendah, break event point-nya tambah panjang," imbuhnya. Toh, Medco tak mempunyai pilihan pendanaan lain. Pasalnya, pendanaan lewat pasar modal atau obligasi sulit untuk ditempuh dalam kondisi saat ini. Maklum, pasar modal sedang lesu darah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News